Ini Cara yang Tepat Menyatakan Cinta

Tidak banyak perempuan yang berani untuk mengungkapkan perasaannya dan malah memilih untuk memendamnya entah sampai kapan. Sebenarnya, menyatakan cinta itu sah-sah saja selama anda menggunakan cara yang sopan dan tidak berlebihan.

Mengetahui Kadar Cinta Si Dia

Keingintahuan merupakan hal yang sangat wajar dalam kehidupan manusia. Keingintahuan dapat terkait dengan banyak hal dan salah satunya mengenai pasangan anda. Berikut beberapa tips untuk mengetahui kadar cinta si dia

Ada Banyak Cara Melupakan Mantan Pacar

Setiap hubungan percintaan pasti mengalami masa-masa yang sulit untuk bisa saling memahami perbedaan yang ada. Seringnya perbedaan tersebut malah membuat hubungan tersebut menjadi sangat buruk kualitasnya. Tidak jarang hal ini mengakibatkan putus cinta

Lewat Surat Cinta Bisa Lebih Ungkapkan Romantisme

E-mail, SMS, sampai instant messenger memang sangat mempermudah komunikasi kita dengan orang lain. Namun, ketika sedang menjalin kasih Anda pasti tak ingin menerima ucapan cinta melalui pesan singkat saja. Untuk mengatasi kebosanan dan membuat hubungan semakin romantis, tak ada salahnya untuk kembali menggunakan cara tradisional, yaitu surat cinta. Meski terbilang jadul, melalui surat cinta Anda bisa lebih puas mengungkapkan perasaan dengan kalimat yang lebih romantis. Apalagi jika surat itu Anda selipkan ke tangannya dilengkapi setangkai mawar merah.

Pada Bulan Merah Akankah Kau Pulang

Sampai penantian itu berbilang tahun --20 tahun hingga kini-- bagai kumbanng putus tali. Hilanng tanpa kendali. Andaikata pula ia tersesat, mestinya aku tahu di mana rimbanya. Kalaupun ia wafat, aku berharap tahu pula di mana tempat kuberziarah.

Doa Sebutir Peluru

Engkau teerdiam, bersarang di dalam leher seseorang setelah sebelumnya menerjang, berteriak garang. Engkau masih terdiam ketika leher yang kau lubangi itu mengucurkan darah merah, memulas tanah, mengguris hitam pada sejarah. Kemudian perlahan engkau meringis, mulai menangis, memaki segala macam tragedi sementara tubuhmu tak dapat bergerak, tetap berdiam di tubuh manusia malang itu.

Minggu, 26 Mei 2013

Kembang Bernyanyi

Cerpen: Dadang Ari Murtono

Percayakah kau bila di dunia ini ada kembang yang ketika kuncup berwarna merah, semerah darah, dan perlahan-lahan, seiring dengan membukanya kuncup itu menuju sekuntum kembang yang mekar sempurna, warna merah itu luntur. Luntur dengan cara menetes. Serupa airmata yang menetes. Dan bersamaan dengan tetesan itu, akan kau dengar suara nyanyian yang menyayat. Nyanyian yang kadang lebih mirip suara tangisan. Itlah sebabnya, kemnbang yang ketika telah sempurna mekar berwarna putih itu, dinamakan kembang bernyanyi. Kembang yang akan segera layu dan luruh setelah warna putihnya memucat serupa wajah orang mati, lima menit seusai warna merahnya benar-benar tak ada.

Riwayat tentang kembang bernyanyi itu adalah sebuah riwayat tentang cinta yang tidak beruntung. Cerita tentang seorang pemuda yang menimpan cinta kepada seorang gadis. Gadis yang bagi si pemuda--seperti lazimnya orang yang jatuh cinta--adalah gadis paling cantik yang pernah ia lihat. Si pemuda merasa, dengan kecantikan si gadis, semua lelaki akan menyukai si gadis.

Bertahun-tahun si gadis menunggu Bertahun-tahun ia tetap terbangun di pagi hari dan mendapati sebuah kertas bertuliskan puisi dengan tulisan "ai" di akhir puisi di depan pintu rumahnya.

Secarik kertas dengan puisi-puisi cinta yang ditujukan kepada si gadis tetap didapati si gadis. Dan itu benar-benar mengherankan. "Bagaimana cara si pengirim puisi ini menaruh kertas ini tanpa sepengetahuanku? Padahal aku telah semalam berjaga mengintip dari balik jendela ini," itulah pertanyaan si gadis yang tidak pernah mampu ia jawab.

Sungguh, si gadis begitu berbahagia dan merasa teramat beruntung dicintai oleh seorang malaikat. Dan ia yakin, malaikat yang ia tunggu itu, yang mencintainya itu, suatu saat akan muncul menemuinya.

"Aku akan menunggu. Hanya dengannya aku akan menikah. Dan hidup bahagia selama-lamanya," gadis itu bersumpah.

Bertahun-tahun si gadis menunggu. Dan malaikatnya tidak juga muncul. Usianya merangkak semakin tua. Dan orantuanya mulai resah.

"Apalagi yang kau tunggu?"

"Aku menunggu malaikat yang mengirimku puisi-puisi ini. Hanyan dengannya aku akan menikah," demikian si gadis menjawab. Dan hal itu semakin membuat orang tuanya resah.

Orangtuanya memang paham benar perihal kertas-kertas bertuliskan puisi yang tiap pagi didapati putri mereka di depan pintu rumah. Dan hal itu juga membuat mereka penasaran. Seperti putri mereka, mereka juga berulang berusaha mengintip semalaman dari jendela untuk memergoki siapa gerangan pengirim puisi-puisi itu. Namun nasib mereka tidak berbeda dengan nasib putri mereka: usaha mereka tidak membuahkan hasil!

"Anak kita bakal jadi kembang bibir orang-orang. Apa yang lebih menyakitkan dari orangtua seorang gadis selain mendengar olok orang-orang bahwa anak mereka telah jadi perawan tua? Gadis yang tak laku?" demikian bapak dan ibu si gadis gelisah.

Si pemuda yang yang merasa begitu patah hati, dalam rangka untuk melupakan sakit hatinya itu, konon, dalam suatu pagi bergerimis, pergi meninggalkan kota kecamatan kecil tersebut. Pergi berjalan sambil menunduk. Gerimis membuat jalanan sepi dan tidak ada orang yang berpapasan dengannya sehingga tidak pula ada yang tahu kalau sepanjang jalan, ia tak henti-hentinya menangis. Menangis sambil menggumamkan puisi-puisi cinta cinta yang pernah ia kirimkan ke gadis. Dan selain puisi-puisi itu, ia gumamkan pula kalimat: ai... ai... cinta... cinta... aiku... aiku... cintaku... cintaku...

Si pemuda tak menoleh ke belakang. Dan tak pernah kembali ke kota kecamatan kecil itu. Tidak ada yang tahu engan pasti riwayat si pemuda kemudian.

Ada yang mengatakan bahwa pemuda itu mati lima hari kemudian dalam perjalanannya karena selama berjalan, ia tidak mau makan dan minum. Namun ada juga yang mengisahkan si pemuda di kemudian hari menjadi penyair cinta besar di kota besar yang selama sisa umurnya hidup sendirian dan menerbitkan serial puisi-puisi dengan judul Aiku. Dan karena buku itu tidak pernah ditemukan, maka cerita itu juga tidak dapat dijamin kebenarannya.

Ya. Si gadis yang dijodohkan paksa itu tiba-tiba jatuh sakit. Sakit yang misterius. Sakit yang tidak bisa dijelaskan apa sakitnya. Dokter dan tabib paling handal telah didatangkan dan tetap tak ada yang bisa menjelaskan apa sakit si gadis dan bagaimana cara mengobati penyakit itu. Si gadis hanya bisa terlentang di ranjangnya. Terlentang terpejam serupa orang yang tengah tidur. Sepanjang hari seperti itu. Dan mulut si gadis, terdengar gumam: ai... ai... ai...

Tidak ada yang tahu apa arti gumam itu. Gumam yang bila didengar berulang-ulang menjadi mirip nyanyian. Nyanyian yang begitu menyayat hati.

Dan menurut si empunya cerita, si gadis tidak bangun lagi. Tubuhnya pelan-pelan berubah menjadi tanah. Serupa mayat yang berubah menjadi tanah. Dan dari tanah itu yang berasal dari tubuh si gadis, menyembullah kuncup-kuncup tumbuhan. Tumbuhan kembang. Kembang yang kini disebut orang sebagai kembang bernyanyi.

Kembang yang ketika kuncupnya berwarna merah. Serupa merahnya gairah semangat remaja yang meruap-ruap. Dan seiring mekarnya kuncup itu, warna merah itu menetes. Menetes serupa darah. Menetes sambil mengeluarkan nyanyian yang menyayat seperti tangisan. Nyanyian yang berbunyi: ai... ai... ai...

Dan bagi penduduk asli daerah yang dulu bernama Ngudi Lor itu, bila ada yang bertanya kenapa kembang itu hanya sebentar mekar, mereka akan menjawab: gadis itu juga mekar sebentar ebelum kemudian mati terlalu dini. Mati karena cinta yang aneh. Dan bila ada yang bertanya kenapa kembang itu hanya bisa tumbuh di sana, maka mereka akan menjawab: karena di sanalah tubuh si gadis berubah menjadi tanah.

Tentu saja kau bisa meragukan cerita ini. Toh, sampai sekarang, para ahli masih melakukan penelitian tentang kembang itu. Mreka tengah berusaha mengklarifikasikan kembang itu, merembugkan nama ilmiahnya, dan berusaha mencari cara membudidayakan kembang itu di tempat lain (*)