Ini Cara yang Tepat Menyatakan Cinta

Tidak banyak perempuan yang berani untuk mengungkapkan perasaannya dan malah memilih untuk memendamnya entah sampai kapan. Sebenarnya, menyatakan cinta itu sah-sah saja selama anda menggunakan cara yang sopan dan tidak berlebihan.

Mengetahui Kadar Cinta Si Dia

Keingintahuan merupakan hal yang sangat wajar dalam kehidupan manusia. Keingintahuan dapat terkait dengan banyak hal dan salah satunya mengenai pasangan anda. Berikut beberapa tips untuk mengetahui kadar cinta si dia

Ada Banyak Cara Melupakan Mantan Pacar

Setiap hubungan percintaan pasti mengalami masa-masa yang sulit untuk bisa saling memahami perbedaan yang ada. Seringnya perbedaan tersebut malah membuat hubungan tersebut menjadi sangat buruk kualitasnya. Tidak jarang hal ini mengakibatkan putus cinta

Lewat Surat Cinta Bisa Lebih Ungkapkan Romantisme

E-mail, SMS, sampai instant messenger memang sangat mempermudah komunikasi kita dengan orang lain. Namun, ketika sedang menjalin kasih Anda pasti tak ingin menerima ucapan cinta melalui pesan singkat saja. Untuk mengatasi kebosanan dan membuat hubungan semakin romantis, tak ada salahnya untuk kembali menggunakan cara tradisional, yaitu surat cinta. Meski terbilang jadul, melalui surat cinta Anda bisa lebih puas mengungkapkan perasaan dengan kalimat yang lebih romantis. Apalagi jika surat itu Anda selipkan ke tangannya dilengkapi setangkai mawar merah.

Pada Bulan Merah Akankah Kau Pulang

Sampai penantian itu berbilang tahun --20 tahun hingga kini-- bagai kumbanng putus tali. Hilanng tanpa kendali. Andaikata pula ia tersesat, mestinya aku tahu di mana rimbanya. Kalaupun ia wafat, aku berharap tahu pula di mana tempat kuberziarah.

Doa Sebutir Peluru

Engkau teerdiam, bersarang di dalam leher seseorang setelah sebelumnya menerjang, berteriak garang. Engkau masih terdiam ketika leher yang kau lubangi itu mengucurkan darah merah, memulas tanah, mengguris hitam pada sejarah. Kemudian perlahan engkau meringis, mulai menangis, memaki segala macam tragedi sementara tubuhmu tak dapat bergerak, tetap berdiam di tubuh manusia malang itu.

Minggu, 27 Juli 2014

Seekor Kupu-Kupu dalam Kebun Bunga Tanalia

Seekor Kupu-Kupu dalam Kebun Bunga Tanalia
Masya kehilangan Tanalia, berhari-hari Masya menunggu kepulangan anak perempuan dua belas tahun itu. Ia sudah lapor polisi. Belum ada hasil apa-apa. Sementara itu, Tanalia asyik bermain bersama kupu-kupu dalam kebun bunga di dinding kamarnya. Kebun bunga yang menempel di dinding keramik hadiah dari Masya. Bukan kebun bunga sungguhan, namun begitu, di mata Tanalia, bunga-bunga di sana benar-benar hidup.

Ia selalu mengira mamanya belum pulang kerja. Masya memang biasa kerja lama sekali. Kadang Tanalia bosan menunggunya pulang. Betapa ia ingin mamanya seharian di rumah saat ia libur sekolah. Tapi mamanya harus kerja. Tanalia tahu ia tidak punya seorang papa. jika tidak kerja keras bagaimana kita bisa makan? Itu yang sering dikatakan Masya pada Tanalia. Karena itu, hanya kupu-kupu yang bisa menjadi temannya.

Tapi, kupu-kupu itu hanya satu ekor. Kupu-kupu yang kesepian. Kupu-kupu itu mengatakan tidak bisa lama bermain bersama Tanalia. Ia akan mencari cahaya bersama teman kupu-kupunya pada saatnya kelak. Tanalia tidak ingin kupu-kupu itu pergi. Ia keluar mencari kupu-kupu yang barangkali saja hinggap di pohon jambu sedang berbunga milik tetangganya.

Tanalia mau menambah kupu-kupu di kebun bunganya. Supaya tak ada lagi yang kesepian. Supaya kupu-kupu tak perlu pergi mencari cahaya. Belum satu ekor kupu-kupu pun yang Tanalia temukan. Semua kupu-kupu seolah menghilang. Tanalia mendongak ke langit. Ia kaget. Ada titik besar d langit sana. Titik itu bergerak, melintas di atas kepalanya. anak-anak yang sedang bermain berbondong-bondong mengejar titik besar yang terus bergerak itu. Tanalia ikut-ikutan bersama rombongan anak-anak. Meeka menunjuk-nunjuk tanpa suara, seolah sedang melihat benda asing dari dunia lain.

"Itu kupu-kupu," kata Tanalia. Semua mata serentak menoleh padanya. Lalu kembali pada sesuatu yang melintas di langit. Tanalia berhenti mengejar. Ia ingat pada kupu-kupu di kebun bunga di dinding kamar. Ia berlari, kembali ke rumah. Sampai di halaman, ia berbalik sesaat, melihat lagi ke langit. Rombongan kupu-kupu itu terus menjauh. Terus terbang tinggi. Dada Tanalia berdegup-degup.

"Kau pergi," gumamnya menahan tangis. Tentu saja yang dimaksud Tanalia adalah kupu-kupu kuning yang ia sembunyikan dari Masya.

"Kau sungguh sudah pergi?" bisik Tanalia pilu. Ia masuk ke rumah yang cat dindingnya mulai mengelupas seolah-olah waktu sudah melompat jauh dan Tanalia tidak menyadarinya.

Masya memandangi tirai-tirai yang bergerak-gerak di tiup angin. Tirai jendela di kamar Tanalia. Sudah lama sekali ia di sana. Sudah banyak sekali ia menangis. Tanalia belum juga kembali. Mungkin Tanalia bermain agak jauh. Tak apa. Ia tak akan marah, segera pulang ya, Nalia, bisiknya dalam hati. Tanalia membuka pintu kamarnya. Dan menutup pintu itu dengan suara agak keras.

Nalia! Masya menoleh. Ia merasa baru bangun dari mimpi buruk yang amat panjang. Tanalia pulang. Tapi, tidak ada siapa-siapa. Tidak ada. Perlahan wajah Masya redup kembali. Ternyata aingin baru saja bermain-main dengan pintu amar Tanalia.

Masya berpikir-pikir, ah, sejak kapan pintu itu terbuka? Siapa yang membukanya? Pintu kamar itu tertutup selama ia menanti Tanalia. Ia sudah berhari-hari di sana. Sudah meninggalkan pekerjaan. meninggalkan segalanya.

Tanalia berdiri memandangi kebun bunga di dinding kamarnya. Kemudian ia masuk ke kebun bunga itu. Ia menghibur diri dengan mencari kupu-kupu kuning di bawah daun mawar. Bagaimanapun selalu ada keajaiban dalam hidup. Siapa tahu kupu-kupu itu tidak kemana-mana. Tidak ada. Tanalia mendesah.

Ia melewati mawar. Mungkin saja kupu-kupu itu bermain di balik bunga lainnya. Tidak. Tidak ada. Kupu-kupu itu tidak ada di mana-mana. Ia benar-benar sudah pergi, Tanalia menggigit bibirnya. Tak ada lagi kepak sayap kupu-kupu kuning di kebun bunganya. Tak ada.

Kulit muka Tanalia pucat, nyaris putih. Betapa ngeri mengalami suatu kehilangan. Kedua kakinya gemetar. Ia tahu ini kenyataan. Ia kini seorang diri dan itu menakutkan. Betapa nakalnya kamu, Nalia, gerutu Masya. Ia berjalan ke jendela. Menempelkan sisi kanan kepalanya ke kaca dan matanya mencari-cari Tanalia di luar. Sekelompok anak-anak bermain. Satu orang anak masih mengenakan seragam sekolah dasr. Sudah lama sekali rasanya ia melihat anak-anak itu di sana. Apa di tempat mereka waktu berhenti bergerak?

Jangan-jangan begitu juga yang terjadi pada Tanalia. Waktu yang tidak bergerak dan karenanya ia belum pulang. Masya memandangi kamar Tanalia. Tirai. Alas tempat tidur. Baju yang digantung di belakang pintu. Lemari hitam yang masih mengeluarkan bau cat meski sudah bertahun-tahun lamanya.

Lukisan kupu-kupu dengan sebelah sayap yang robek. Mata Masya berhenti di lukisan itu. Ia tidak menyukainya. Kalau bukan karena Tanalia merengek berjam-jam, ia tak akan membiarkan lukisan kupu-kupu menempel di dinding itu. Tanalia penyuka kupu-kupu. Dari kecil selalu melukis kupu-kupu. Sementara Masya benci sekali pada kupu-kupu. Mengingatkannya pada masa lalu yang ingin ia lupakan bersama lelaki kupu-kupu yang menusuk dadanya. Cepat ia turunkan pandangan ke arah jam di meja belajar Tanalia. Jarum pendek jam itu menunjuk angka empat. Jarum panjangnya terus berdetak. Sekali lagi ia melempar pandangan keluar. Anak-anak itu masih di sana.

Di manakah Tanalia bermain? Tanalia tidak ada di antara anak-anak itu. Tanalia berdiri cepat-cepat. Kembali membuka pintu dan membantingnya. Nalia! Seru Masya sekali lagi. Pintu kamar Tanalia meninggalkan gema yang semakin lama semakin pelan. Masya mematung. Menatap pintu seolah-olah di sana Tanalia berdiri sedang memandangnya.

Tanalia sudah berada di halaman lagi. Di langit, kupu-kupu sudah menghilang. Muka Tanalia murung, bibirnya sedikit melengkung. Ke mana ia akan cari kupu-kupu itu? Ia tidak bisa mengejar kupu-kupu yang terbang terlalu tinggi. Apalagi sekarang ia tidak tahu kupu-kupu itu di mana.

Teman-teman Tanalia masih berkelompok, berdiri tak terlalu jauh dari rumahnya. Mata mereka memandang ke arah langit. Kadang tangan mereka menunjuk-nunjuk. Tanalia bergegas mendekat. Bergabung bersama anak-anak itu. Ikut memandang langit. Ia tidak melihat apa-apa selain beberapa gumpalan awan yang baru tumbuh.

"Kalian lihat apa?" tanya Tanalia. Anak-anak itu tidak menjawab. Bahkan mereka tidak menoleh. Mereka asyik saja menunjuk-nunjuk. Seakan sengaja ingin mempermainkan Tanalia. Atau mereka memang tidak mendengar suara Tanalia. Mereka hanya sibuk memikirkan benda yang terbang di langit. Mereka sedang menunggu-nunggu benda itu melintas lagi.

Tanalia menghentakkan kakinya dan meninggalkan anak-anak itu. Ia harus memikirkan bagaimana caranya membawa pulang kupu-kupu kuning. Nalia! Nalia! Masya berteriak dari jendela. Ia baru saja melihat Tanalia di antara anak-anak itu. Tanalia mengenakan baju main model kodok yang sangat disukainya. Baju itu hadiah ulang tahun darinya tiga tahun lalu.

Baju dengan corak bunga --sebagaimana kebanyakan baju Tanalia. Masya meninggalkan jendela, meninggalkan kamar Tanalia. Ia bergegas membuka pintu depan. Menghabur ke halaman. Melewati pintu pagar yang terbuka. Serombongan anak-anak menunjuk-nunjuk langit. Anak-anak yang dilihatnya dari jendela. Di mana Tanalia? gumamnya. Tadi ia sungguh-sungguh melihat Tanalia.

"Kau lihat Nalia?" tanyanya pada seorang anak yang masih memakai seragam sekolah dasar. Anak itu tidak menggubris. Ia sibuk berceloteh pada temannya sambil terus menunjuk-nunjuk langit.

Masya bertanya pada anak lain, tapi tak ada yang mengacuhkannya. Ingin sekali ia marah pada anak-anak itu. Ia ikut-ikutan melihat ke atas. Tak ada apa-apa. Langit biru lembut dan beberapa gumpal awan. Apa yang dilihat ana-anak itu? Ia segera teringat lagi pada Tanalia. Cepat-cepat ia pergi. Entah kemana. Ia hanya ingin mencari Tanalia sebelum anak itu pergi jauh.

Tanalia kembali ke kamarnya. Ia pandangi kebun bunga di dinding kamar itu. Betapa kosongnya kebun itu tanpa kupu-kupu kuning. Ia sudah berjalan jauh. Mencari ke mana-mana, kupu-kupu itu memang sudah benar-benar meninggalkannya.

Bagaimana kalau aku jadi seekor kupu-kupu saja? pikirnya. Tanalia terperanjat dengan pikirannya sendiri. Masya kembali ke kamar Tanalia. Ia sudah berjalan ke mana-mana. Tanalia tak juga ia temukan. Jejak Tanalia kembali hilang. Ia memutuskan untuk menunggu saja. Sekarang ia tengah memandangi kebun bunga di dinding kamar Tanalia. Ia ingat satu hari saat memberikan kejutan kebun bunga itu.

Tanalia memejamkan matanya. Ia memutuskan menjadi kupu-kupu. Kelak aku akan terbang tinggi ke langit, mengejar kupu-kupu kuning yang sedang mencari cahaya, batinnya. Masya lebih mendekat ke arah kebun bunga. Kebun itu tampak sangat sepi. Dulu Tanalia menginginkan seekor kupu-kupu.

Mungkin karena Tanalia terlalu kesepian. Ia ingin teman. Tapi Masya tak mungkin membiarkan Tanalia membawa masuk binatang itu. Tubuh Tanalia perlahan berubah menjadi kupu-kupu. Tanalia memiliki sayap tipis berdebu. Memiliki mulut penghisap dengan sebatang probois. Mata serupa belahan bola di atas kepala. Juga badan yang lembut. Kaki-kakinya ia gerak-gerakkan.

Tanalia belajar manaikkan tubuhnya ke udara. Mata Masya terbeliak melihat seekor anak kupu-kupu belajar terbang di kebun bunga di dinding kamar Tanalia. Itu kupu-kupu sungguhan, pikirnya merinding. Ia lari ke dapur. Mengambil sapu. ketika kembali, anak kupu-kupu sudah menempel di dinding. Masya segera memukulkan ujung sapu ke arah anak kupu-kupu.



GM, 2014
Yetti A.KA, buku terbarunya yang akan segera terbit, kumpulan cerpen Satu Hari yang Ingin Kuingat dan sebuah novel Seperti Krisan. Tinggal di Kota Padang, Sumatera Barat