Ini Cara yang Tepat Menyatakan Cinta

Tidak banyak perempuan yang berani untuk mengungkapkan perasaannya dan malah memilih untuk memendamnya entah sampai kapan. Sebenarnya, menyatakan cinta itu sah-sah saja selama anda menggunakan cara yang sopan dan tidak berlebihan.

Mengetahui Kadar Cinta Si Dia

Keingintahuan merupakan hal yang sangat wajar dalam kehidupan manusia. Keingintahuan dapat terkait dengan banyak hal dan salah satunya mengenai pasangan anda. Berikut beberapa tips untuk mengetahui kadar cinta si dia

Ada Banyak Cara Melupakan Mantan Pacar

Setiap hubungan percintaan pasti mengalami masa-masa yang sulit untuk bisa saling memahami perbedaan yang ada. Seringnya perbedaan tersebut malah membuat hubungan tersebut menjadi sangat buruk kualitasnya. Tidak jarang hal ini mengakibatkan putus cinta

Lewat Surat Cinta Bisa Lebih Ungkapkan Romantisme

E-mail, SMS, sampai instant messenger memang sangat mempermudah komunikasi kita dengan orang lain. Namun, ketika sedang menjalin kasih Anda pasti tak ingin menerima ucapan cinta melalui pesan singkat saja. Untuk mengatasi kebosanan dan membuat hubungan semakin romantis, tak ada salahnya untuk kembali menggunakan cara tradisional, yaitu surat cinta. Meski terbilang jadul, melalui surat cinta Anda bisa lebih puas mengungkapkan perasaan dengan kalimat yang lebih romantis. Apalagi jika surat itu Anda selipkan ke tangannya dilengkapi setangkai mawar merah.

Pada Bulan Merah Akankah Kau Pulang

Sampai penantian itu berbilang tahun --20 tahun hingga kini-- bagai kumbanng putus tali. Hilanng tanpa kendali. Andaikata pula ia tersesat, mestinya aku tahu di mana rimbanya. Kalaupun ia wafat, aku berharap tahu pula di mana tempat kuberziarah.

Doa Sebutir Peluru

Engkau teerdiam, bersarang di dalam leher seseorang setelah sebelumnya menerjang, berteriak garang. Engkau masih terdiam ketika leher yang kau lubangi itu mengucurkan darah merah, memulas tanah, mengguris hitam pada sejarah. Kemudian perlahan engkau meringis, mulai menangis, memaki segala macam tragedi sementara tubuhmu tak dapat bergerak, tetap berdiam di tubuh manusia malang itu.

Selasa, 23 Oktober 2012

Gadis Bermata Gerimis

Cerpen : Zelfeni Wimra

Aku harus bertemu Gadis bermata gerimis itu menjelang siang beralih senja. Menjelang matahari benar-benar dari pandangan dan perbukitan Batu Ampa telah disungkup gelap. Sebab, bila alam telah kelam, tanjakan dan penurunan jalan yang akan dilalui jauh lebih sulit dilewati daripada ketika masih tersisa terang di garis langit. Aku mempercepat langkah. Garis kelabu masih tergurat di sekitar ufuk barat. Aku pererat tali sepatu yang terasa longgar. Jalan setapak menuju Rumah Gadang terpencil yang kini di tempati Gadis masih licin. Sisa hujan siang membuat badan jalan bertanah liat dan berbatu itu barbalut lumpur.

Ojek yang kutumpangi tidak bersedia mengantar sampai ke halaman lantaran jalan licin. Sudah lama aku mengidamkan perjalanan ini. Menjelang usia 25 tahun aku pikul, hari-hariku lebih banyak di kampus. Setelah menamatkan S1 langsung ke S2. Begitu bunyi perjanjian dengan yayasan yang memberiku beasiswa. Sepanjang 25 tahun itu, rasanya, hidup bekejaran dengan sekawanan rencana dan cita-cita yang liar, Target-target hidup modern yang akhirnya kusadari telah menjauhkanku dari kesempatan memaknai asal-usul. Sering aku menerima cibiran. Aku dikatakan perempuan ambisius yang telah tercerabut dari akar budayanya. Perempuan berdarah Minang yang tiada lagi menginjak bumi; lupa pada jaringan kerabat dan sanak famili. Pernyataan itu harus kuterima dengan sadar dan sabar.

Dalam hati telah kusimpan niat bahwa pada waktunya aku akan pulang, mencicil utang-utang pada kerabat di kampung. Terutama utang untuk Gadis bermata gerimis itu. Sebenarnya aku memanggilnya Nek Gadis. Panggilan unik yang tidak aku saja yang menggunakan. Sekampunng, orang memanggilnya Nek Gadis. Nama lengkapnya Gadis Yulianis, amak dari ibuku yang kini tinggal sendirian menghuni Rumah Gadang kami di Batu Ampa. Seorang nenek yang selalu tampak ceria. Ketika sedang tersenyum, matanya yang tua selalu seperti dituruni gerimis. Sungguh pun begitu, dalam hati, aku senang menyebut dan menganggapnya sebagai seorang gadis muda, kesadaran akan keberadaan aku dan dia memuncak ketika mendapat email dari seorang pengurus yayasan: "Jelito, nenekmu sudah merindukanmu. Kalau urusan di kampus sudah selesai, pulanglah. Temui dia, sebelum ajalnya mendahuluimu..."

Pesan singkat yang menyentak perasaan. Setelah menuntaskan dengan dengan kampus dan Yayasan bung Hatta, pemberi beasiswa kuliahku, aku langsung mengurus keberangkatan dari Bandung-Jakarta-Padang. Dari Padang melakukan perjalanan darat dengan bus ke Payahkumbuh. Turun di simpang Batu Ampa lalu naik ojek ke alamat yang kini di tempati Nek Gadis.

Aduhai. Sahutan suara siamang dari kejauhan menyambutku. Jalanan lengang. Kesejukan menyelimuti segenap pikiran melihat orang-orang mengayuh sepeda. Hanyaa sesekali melintas motor. Gemercik air di sawah. Kicau burung. Semua mengetuk kesadaran yang selama ini trkurung dalam dalam diri dan tak pernah tersapa. Inikah kampung asalku? Barisan rumah yang dihuni orang-orang sederhana. Bentangan sawah-ladang yang lebih banyak tidur daripada tergarap karena pemiliknya telah ditelan perantauan.

Berbekal sisa tabungan, aku beniat akan tinggal lebih lama di sini. Selain ingin bertemu satu-satunya keluarga yang masih hidup, aku ingin menjiwai lebih dalam cita-cita menjadi perempuan di ranah yang bersuku ke ibu. Mudah-mudahan nenek bahagia menerima kehadiranku. Hari benar-benar gelap. Aku bersuluh senter yang tersedia di ujung telepon genggam. Aku tapaki anak tangga Rumah Gadang yang dibangun di atas sepetak tanah di pinggir kebun kakao.

Dulu, ketika keluargaku masih utuh, rumah ini kami kunjungi, paling hanya sekali setahun, setiap hari raya tiba. Daun pintu terbuka dengan gerak yang lembut. Sesosok tubuh bungkuk muncul diterangi cahaya lentera. Kebiasaannya belum juga berubah, lebih suka bersuluh lentera padahal Rumah Gadang itu sudah dialiri listrik. lebih suka mendengar radio, padahal mendiang ibuku sudah membelikan televisi.

"Masuklah." getar suaranya sangat dalam. Suara seorang yang sudah lama mengecap asam-garam kehidupan. Ia bergegas ke sebuah lemari. Memperkecil volume radio yang sejak tadi terdengar mendominasi suara seisi rumah. Lambat-lambat, suara katak dan belalang meningkahi. Ia kemudian mengembangkan tangan. Siap menerima pelukan. Aku langsung menyambutnya. Pelukan yang menenangkan. Pelukan yang menandakan kerinduan yang lama tertahan.

"Jelito, Nenek sudah lama menunggumu," kedua tangannya menupang dagu dan pipiku.

"Pipi ini. Hidung ini. Mata ini. Semuanya mirip sekali dengan punya ibumu," ucapnya disela haru yang terjaga. Matanya kembali bergerimis, tapi otot pipinya seperti sudah terlatih mengendalikan perasaan, sehingga hanya tiga segukan yang keluar.

"Nenek sudah dapat kabar siang kemarin, kalau kamu akan pulang. Nenek sengaja berpesan pada orang yayasan yang tempo hari memberitahu Nenek kalau kamu akan wisuda. Nenek ingin kamu ada di sini menjelang usia Nenek ditutup nan satu. Di keluarga kita, yang tersisa hanya kita berdua....."

Di sela getar suara nenek, ingatanku memutar kembali gempa Aceh 2004 lalu. Bencana yang mengakhiri kebersamaanku dengan keluarga di sana. Beruntung keberadaanku cepat diketahui. Aku selamat dari bencana itu karena sedang berada di asrama pondok pesantrenku di Bukittinggi. Neneklah yang mengurusi penjemputanku.

Yayasan Bung Hatta menyetujui permohonan nenek untuk mengamankanku yang waktu itu masih kelastiga Aliyah. Aku sempat dibawa ke rumah nenek, berpamitan menjelang aku berangkat ke Bandung melanjutkan pendidikan.

Enam tahun lebih berlalu. Rentang waktu yang kulalui antara harapan dan ketakutan. Namun, terasa sangat singkat ketika berada kembali di pelukan nenek. Merasa denyut semangat di tubuh 85 tahunnya. Tubuh boleh saja ringkih. Ia boleh saja ditinggal mati suaminya, disusul kehilangan anak perempuan dan menantunya, tetapi semangat yang dikandung batinnya terasa masih menyala. Segelas teh hangat sudah tersedia di meja bundar yang dilingkari kursi rotan ketika selesai mandi dan shalat Maghrib. Tapi masih aku abaikan. Sungkan rasanya langsung meminum teh buatannya. Aku langsung ke dapur menemaninya menunggu rebus buncisnya matang.

"Tehnya sudah kau minum?" tanyanya sambil menyusun letak kayu api yang ujung-ujungnya sedang menyala. Aku menggeleng.

"Kenapa belum diminum? Kalau sudah dingin, tidak enak."

"Harusnya aku yang buatkan teh untuk nenek," tanggapku.

"Tak apa. Itu tanda kerinduan nenek padamu. Minumlah."

Aku dan nenek terlibat aktivitas menjelang makan malam. Hingga kantuk terasa kami terus bercerita tentang banyak hal yang muara kisahnya berputar pada keadaan keluarga kami yang nyaris punah. Katanya, kalau dirinyatelah tiada, tinggal aku seorang anak perempuan yang akan meneruskan nasab keluarga. Ia kisahkan pula bagian terpenting dalam hidupnya. Tentang sejumlah kekeliruan yang pernah dilakukan di masa lalu.

Semasa muda, ia pernah mengalami perasaan iba yang tak terperikan. Perasaan iba itu menguasai pikirannya sehingga ia termasuk gadis yang terlambat bersuami. Ia menikah saat sudah berusia 30 tahun. Di masa Nrk Gadis muda, itu sudahsangat terlambat. Setelah menikah, ia pun hanya dikaruniai dua orang anak. Satu laki-laki, dan satu perempuan. Yang laki-laki meninggal ketika berusia delapan bulan. Yang perempuan, yakni ibuku, meninggal pada bencana tsunami Aceh. Tinggal aku, cucu perempuannya.

"Doa nenek sekarang, cepatlah hendaknya kamu bertemu jodoh. Teruskan nasab keluarga kita. Atau jangan-jangan kamu sudah punya calon? Bilanglah sama nenek....." Keriput senyumnya seperti sedang menggoda dan gerimis di matanya terus saja merinai. Aku juga mencoba tersenyum. Terlalu dini membukanya pada nenek. Bisa saja dia tercengang; sangat heran bila rahasia masa mudaku diceritakan padanya. Bisa jadi dia naik pitam mendengarnya.

Di ujung senyum yang kupaksakan itu, kutanyakan pada nenek, apa sebenarnya hal yang pernah membuatnya bersedih sehingga larut dalam perasaan tak berguna. Melakukan hal yang kini ia anggap keliru, sampai-sampai ia terlambat menikah? Nenek tidak menjawab dengan jelas. Ia hanya menceritakan tentang rencana mamaknya memperkenalkan pada seorang anak muda terpelajar yang pada saat itu sedang berada di Tanah Jao. Anak muda itu masih cucu saudara sepupu sang mamak. Ia seorang yang secara adat sangat pantas mempersunting nenek. Pulang ka Bako, demikianlah istilah adatnya, yakni menikah dengan kemenakan atau keluarga ayah.

Apa yang terjadi? Hanya sekali pemuda itu pulang. itu pun sebentar. Hanya beberapa hari. Setelah sempat diperkenalkan pada nenek, ia kembali lagi ke Tanah Jao dan tak pulang-pulang. Sang mamak tetap meninta nenek bersabar. Kalau negeri sudah aman, pemuda yang akan menjadi suami nenek itu pasti akan pulang. Ini sudah menjadi keputusan keluarga. Rasanya sayang kalau pemuda itu mempersunting gadis lain di tanah rantau. Jika itu terjadi, ibaratnya memagar kelapa condong. Batang di kebun kita tapi buah jatuh ke ladang orang. Begitu pikiran sang mamak.

Beberapa kerabatlain juga berkeyakinan seperti itu. Mereka paham, pemuda itu sedang berjuang memerdekakan sebuah negara-bangsa. Jadi anak muda di masa itu memang penuh tantangan. Mallu besar bila ada anak muda yang hanya mampu memikirkan dirinya sendiri. Apalgi laki-laki. Nenek juga berusaha mengerti bagaimana rumitnya jadi laki-laki di masa itu. Beruntung masih bisa hidup. Bahkan tak terhitung yang meregang nyawa kerena memperjuangkan hidup dan tanah airnya. Tapi, seperti yang diakui nenek, satu hal yang sering membuatnya terjebak iba adalah penantiannya yang tak berujung. Pemuda itu tak pernah berkabar. Hal ini bukan perkara laki-laki. Kata nenek, ini perkara perempuan. Selalu perempuan yang ditinggalkan; selalu perempuan yang menunggu.

"Siapa nama pemuda yang Nenek tunggu-tunggu itu, Nek?" tanyaku tak sabar.

Nenek trtegun. Matanya kembali bergerimis. Di luar, gerimis sungguhan juga turun. Kerut wajahnya menampakan tanda-tanda misterius yang tak mampu kupahami maknanya. Dengan langkah tenang, nenek berlalu ke ruang tidur.

Nenek keluar dari biliknya membawa sebuah map kelabu yang sudah tampak tua. Map itu bergetar ketika nenek menyerahkannnya padaku. Pelan-pelan map itu aku buka. Sebuah foto setengah badan. Seorang pemuda berkaca mata bingkai hitam.

"Bung Hatta?"

Suaraku tercekik ditenggorokan. Kami pun tak lagi bercakap-cakap. Hanya saling tatap. Di luar, gerimis terus menyentuh atap. Perlahan seiring rentak gerimis, aku perhatikan muka nenek. Keriput bertautan. Akusentuh bahunya.

"Nek, ada apa dengan mata Nenek?" aku guncang-guncang bahunya. Kembali kuperhatikan, rupanya di kedalaman mata nenek, rintik gerimis semakin rapat.

Dari cara nenek membersihkan percikan gerimis di matanya, terlihat sekali kalau dirinya sudah terbiasa menghadapi perasaan demikian. Penglihatanku pun jadi sedikit kabur dibatasi kabut yang tercipta dari percikan gerimis di mata nenek. Wajah nenek tidak lagi terlihat keriput, melainkan seperti wajah seorang gadis yang kuyp di tengah siraman gerimis. (*)

Citra Budaya
Sumatera Ekspres, Minggu, 21 Oktober 2012

Minggu, 07 Oktober 2012

Doa Sebutir Peluru


Cerpen: Skylashtar Maryam

Engkau teerdiam, bersarang di dalam leher seseorang setelah sebelumnya menerjang, berteriak garang. Engkau masih terdiam ketika leher yang kau lubangi itu mengucurkan darah merah, memulas tanah, mengguris hitam pada sejarah. Kemudian perlahan engkau meringis, mulai menangis, memaki segala macam tragedi sementara tubuhmu tak dapat bergerak, tetap berdiam di tubuh manusia malang itu.

Perlahan, amat perlahan.... tubuh yang kau lubangi itu menyebut nama Tuhan pada sepenggal napas yang tersisa . Meski di tempat kau berada kini, Tuhan kerap tak digubris dan ditepis. Tubuhmu bergetar, suara-suara menggelegar. Petir mulai menyambar, hujan bukan lagi berderai melainkan tumpah ruah. Abeputra pun kuyup.

Engkau mulai menggigil, ketakutan. Berusaha keluar daari tubuh yang hidupnyatelah engkau renggut bagai parasit berlari dari inang. Namun tubuhmu sendiri sudah terperangkap dalam begitu dalam, sementara suara-suara samar mulai berubah menggelegar; suara-suara yang tak ingin engkau dengar.

"Lalu siapa engkau?" sesosok makhluk tinggi besar bersayap hitam menjulang di hadapanmu, di atas tubuh inangmu yang tergeletak bisu.

Engkau menggigi. "Saya.... saya..." geragap.

"Katakan siapa engkau!" gelegar.

Kau semakin menggigil. "Bukan salah saya, sungguh bukan salah. Setan-setan itulah yang memaksa saya bersarang di sini."

"Berani-beraninya kau menjelma aku, berani-beraninya kau!" petir menyambar.

Engkau genap menangis, meringis mengais-ngais ingatan apapun yang bisa dijadikan tamba. "Tuan oh Tuan yang perkasa. Ketahuilah Tuan, saya hanya sahaya. Tangan merekalah yang telah membuat saya sedemikian hina. Tuan, oh Tuan yang begitu gagah. Tolong keluarkan saya dari sini," kau mulai memohon.

"Orang ini, yang di dalamnya kau bersarang. Siapa dia?"

Kau kembali gagap. "Saya tidak tahu, Tuan. Ini pertama kali kami bertemu."

Ya, kau tak tahu siapa lelaki malang itu. Lelaki malang yang tidak pernah sekalipu menyangka akan menghembuskan napas terakhir disebabkan oleh gempurannmu. Lelaki malang yang mati bersimbah darah tanpa tahu kesalahan apa. Lelaki yang berada di tempat dan waktu yang salah ketika berbagai macam pertikaian menjelma menjadi kolam pembantaian.

Yang engkau tahu hanyalah malam tadi kau ditempatkan di dalam revolver seseorang, dibawa mengarungi malam. Engkau memasang kuping, ingin mencuri dengar apa-apa yang terjadi diluar. Di malam yang lain, enam kawanmu tercerabut dari sarang untuk berpindah ke tubuh-tubuh, menjelma Izrail; malaikat maut yang sekarang tengah kau hadapi.

Bagimu, terlepasnya tubuh dri kungkungan putaran besi adalah sebuah perjudian tanpa satu orang pun pemenang. Kau dan kawan-kawanmu tak dapat menerka, tak dapat mengira, selongsong siapa yang kelak muntah menyongsong darah. Sialnya, malam tadi adalah giliranmu.

"Cih, bangsat betul nasib kita. Hanya jadi budak-budak manusia bejat," kau merutuk, mengutuk.

Kawanmu yang lain, yang sedari tadi terkantuk-kantuk menunggu giliran terkekeh. "Terima sajalah nasibmu, kawan. Meski aku tak yakin yang membawa rumah kita ini manusia atau bukan. Jangan-jangan ini setan. Memangnya kau mau dengar dia dari tadi menggeram? Aku sedang membayangkan seekor makhluk bertanduk, berekor, bertaring, dan berkulit merah.

"Gila kau!" kata kawanmu yang lain lagi, yang selongsongnya begitu murung seakan-akan seluruh mendung di bumi bergelayut dipunggung. "Jangan bicara tentang setan. Apa kau tak tahu tempat macam apa ini?" Di sini, di pulau ini, segala macam barang tambang dikeruk dan diperdagangkan. Ini pulau yang kaya kawan. Semua orang pasti akan bahagia. Mana ada setan di tempat seperti ini?"

"Setan atau bukan yang membawa kita, aku ingin segera keluar dari sini. Kalian sudah dengar tentang enam kawan kita itu, kan? Kabarnya mereka dipakai untuk melubangi manusia-manusia tak berdosa. Di kepala, di dada, di mana saja," engkau bergidik ngeri.

"Pengecut kau!" hardik kawanmu yang paling berani. "Coba kau bayangkan kuasa apa yang ada di tanganmu. Kita memang selongsong kecil, tapi kita bisa menunggangi kematian. Kita adalah jelmaan Izrail, si malaikat pencabut nyawa itu," kawanmu menyeringai.

"Aku tak mau jadi Izrail!" Aku tak mau jadi apapun dan siapapun. Aku hanya ingin dikembalikan kepada ibu, dilebur jadi perkakas atau berakhir jadi barang bekas. Aku tak ingin berakhir di sini, di dalam revolver terkutuk ini," engkau meringis.

Sebelum kawanmu sempat menimpali, tubuhmu tetiba saja bergeletar,, kemudian engkau dipaksa lesat keluar ketika ketika sebuah telunjuk menarik pelatuk.

Dor!

Dan di sanalah engkau berakhir, di leher seorang lelaki malang yang napasnya telah sempurna hengkang.

"Dan kau sekarang berbangga diri karena telah menjelma menjadi aku?" gelegar itu lagi.

Engkau semakin kalut dan rasa takut. "Tidak, Tuan. Sungguh! Tak pernah setetes pun saya bermimpi untuk mengakhiri perjalanan saya seperti ini. Manusia malang ini pastilah korban juga, manusia tak berdosa yang tak tahu pertikaian macam apa yang sedang membara di sini, di pulau kaya raya ini."

"Tak ada manusia yang tak berdosa," ceceran hujjan terciprat ke tubuhmu ketika sosok di hadapanmu kembali bersuara.

"Ngggg.... begini maksud saya, Tuan. Manusia ini, ia hanya manusia biasa yang hidup, bekerja, bernapas, dan menjalani hari-harinya tanpa sedikitpun bersinggunngan dengan perkara setan-setan, bukan? Ia juga korban, sama seperti saya, bukan?" serangan gugup itu datang lagi. "Ah, Tuan. Anda tentu lebih tahu daripada saya mengenai ini. Bukankah menurut kabar yang saya dengar, ada enam manusia lain yang bernasib sama seperti manusia ini? Anda di sana juga, pasti Anda ada di sana."

"Sosok bersayap hitam itu terkekeh. "Tentu saja aku ada di sana. Kau pikir kawan-kawan busukmu itu bisa tanpa aku? Kalian hanya butir-butir bedebah, tak bisa berbuat apa-apa kalau aku tak turun tangan mengakhiri pekerjaan terkutuk yang kalian lakukan. Cih! Sebetulnya aku bosan, asal kau tahu."

Tuan, boleh saya minta tolong sesuatu?" hujan masih membasah, mencipta merah di tanah, bercampur darah.

"Apa itu?"

"Bisakah, Tuan. Sekali saja, berhenti bekerja dan tak menjadikan tempat ini neraka? Kasianilah saya, Tuan. Kasihanilah kawan-kawan saya kelak. Saya tak ingin nanti ada kawan-kawan saya yang berakhir dengan cara seperti ini; bersarang di tubuh yang tak berhak dan tak pantas untuk mati dengan cara semengerikan ini," engkau memohon. "Juga kasihanilah manusia-manusia di pulau ini."

Sosok di hadapanmu murung, langit malam yang kelam bertambah suram. "Ah kau ini. Andaikata saja aku bisa. Tapi siapalah aku ini."

"Tapi Anda adaala Izrailsang perkasa, malaikat pencabut nyawa," katamu, menengadah.

"hah, kau ini bodoh atau apa? Aku juga menjalankan titah."

Engkau terbengong-bengong. Bagaimana mungkin sosok yang sudah dianggap semacam dewa bagi kau dan kawan-kawanmu itu juga menjalankan titah? "Titah? Titah siapa? Jangan bilang kalau Anda juga budak setan yang karena tarikan tangannya di pelatuk itu maka saya berakhir di sini."

Suara gelak. "Kau memang benar-benar bodoh! Hahahaha... ya, aku tidak menyalahkan kalau selama ini kau memang tak tahu apa-apa karena selalu terkukung di dalam sarung-sarung. Eh, sekalinya keluar malah bernasib sial. Hahahaha...."

"Tuan, bisakah Anda berbaik hati menjawab saja pertanyaan saya? Titah siapakah itu?"

Sosok itu menengadah ke langit, menadah hamparan hujan. "Tuhan," jawabnya.

"Tuhan?" engkau mengerut. Mendengar nama yang satu itu disebut membuat tubuhmu seketika lisut. "Apakah itu nama yang tadi dirapal manusia malang ini?"

"Ya, kau benar. Keputusan apakah aku mencerabut hidup satu manusia tetap berada di tangan-Nya."

"Apakah Ia juga bisa mendengar percakapan kita?" engkau memandang berkeliling mencari-cari sosok Tuhan.

"Tentu saja Ia mendengar. Ah, kau ini memang bodoh ternyata."

"begini saja, Tuan. Riwayat saya sebentar lagi berakhir. Mungkin tubuh saya akan segera diangkat, diperiksa, dianalisa. Setelah itu mungkin saya tidak akan bisa kembali bersuara. Bisakah Anda berbaik hati menyampaikan ini kepada Tuhan?"

"Bicaralah!"

"Semenjak saya berada di sini, di dalam lehr manusia ini. Saya melihat begitu banyak hal indah. Pulau ini begitu melimpah dengan harta. Emas, uranium, dan harta-harta lain yang tidak bisa saya kenali. Manusia ini juga pergi kemari dengan berjuta harapan dan keinginan. Saya yakin ada banyak manusia lain yang memiliki harapan yang sama.

Saya tidak tahu, tidak mengerti hal seperti apa yang sedang dipertikaikan dan diperebutkan di pulau kaya raya ini, Tuan. Saya hanya memohon agar Tuhan kelak melindungi siapa saja dari amukan kawan-kawan saya demi tujuan bejat mereka. Kasihanilah mereka; manusia-manusia ini. Senantiasa lindungilah mereka. Bisakah Anda menyampaikan semua kata-kata saya barusan?"

"Tidak perlu. Ia sudah mendengar doamu. Tapi agar kau tak penasaran, iya nanti aku sampaikan."

"Doa? Makhluk macam apa pula it?"

"Haduh, aku capek bicara denganmu. Yang kau ucapkan sedari tadi itu adalah doa, tolol!"

"Apakah doa itu sesuatu yang baik?" kau mulai kebingungan.

"Sepanjang doa itu untuk kebaikan maka doa itu adalah baik."

"Apakah saya boleh berdoa agar setan-setan itu juga digiring ke neraka sekarang juga?" kau berharap-harap cemas.

"Ya ya ya... berdoalah sesukamu."

"Tuhan, menurut Izrail di hadapan saya ini, saya boleh berdoa apa saja. Tolong, jebloskan setan-setan yang berkeliaran di pulau ini ke neraka sekarang juga."

"Amin," ucap sosok bersayap hitamm itu.

"Hah, apa itu amin?"

"Kau ingin kita ngobrol di sini semalaman atau bagaimana? Aku banyak pekerjaan. Sudahlah, mari kita akhiri saja."

"Lalu bagaimana nasib saya, Tuan? Apakah Tuan sudah mencabut nyawa manusia malang ini?"

"Kau, tetaplah berdiam di situ sampai manusia lain menemukanmu. Dan ya, sudah sedari tadi aku mencabut hidup manusia malang ini. Kasihan dia kalau harus mendengar ocehanmu."

Kemudian sosok itu menghilang, ditelan malam, ditelan hujan.

Engkau terdiam, menatap malam, meneruskan rapal doa dalam gumam. (*)

-------------------------------------------------------------------
Citra Budaya
Sumatera Ekspres, Minggu, 7 Oktober 2012
-------------------------------------------------------------------

Jumat, 05 Oktober 2012

7 Hal yang Sebaiknya Tidak Dilakukan Setelah Putus

1. Jangan Mencoba Tetap Berteman
Jarang ada dua orang yang bisa membuat peralihan secara baik-baik dari kekasih menjadi teman, namun jika Anda akan melakukan hal tersebut, jangan mencobanya hingga luka yang ada terobati. Tetap berteman setelah putus membuat Anda tidak punya cukup kesempatan untuk melupakannya. Segera putuskan seluruh hubungan Anda, setidaknya hingga luka Anda terobati.

2. Jangan Kuntit Mereka di Twitter atau Facebook
Seolah-olah kita tidak punya cukup masalah yang dihadapi saat putus, kini kita hidup di sebuah zaman saat media sosial membuat segala sesuatunya menjadi lebih buruk. Duduk sambil memandangi profil Facebook mantan kekasih Anda merupakan sebuah kesalahan yang serius setelah Anda putus. Jika Anda merasa butuh untuk melihat profilnya secara diam-diam, barangkali menghapus akunnya dari semua situs media sosial Anda merupakan hal yang terbaik. Anda akan marah jika melihat mantan Anda memberikan tanda “like” pada foto wanita lain atau mengubah status hubungan mereka. Mengapa Anda menyiksa diri sendiri?

3. Jangan Melampiaskannya Dengan Minum Alkohol
Ketika kita merasa sedih dan melampiaskannya pada alkohol terkadang tampak sangat menarik. Namun, jangan lakukan hal itu — memadukan antara putus hubungan dan alkohol sama saja dengan mencampurkan susu dengan vodka, karena akan memunculkan sebuah kekacauan. Kemungkinan yang akan terjadi adalah, Anda akan mabuk dan kemudian akan melakukan kesalahan. Sebaliknya, kendalikan diri Anda dari dengan berada bersama teman dan keluarga yang bisa Anda lampiaskan perasaan Anda tanpa ada penilaian ataupun tanpa kehilangan kesadaran Anda.

4. Jangan Mencari Penggantinya Dulu
”Cara terbaik untuk melupakan seseorang adalah dengan orang yang baru.” Ini cuma mitos. Hati Anda kosong setelah ditinggalkan oleh pacar? Jangan coba mengisinya dulu. Anda perlu menunggu sampai luka itu sembuh alami, daripada mencoba untuk mencari penggantinya. Menggunakan orang lain untuk menggantikan posisi mantan pacar Anda tidak hanya tindakan yang egois, tapi juga kontraproduktif. Anda perlu mengatasi emosi Anda, namun dengan mencari pengganti kekasih Anda hanya akan memperpanjang rasa sakit Anda karena Anda tidak pernah benar-benar berdamai dengan perasaan Anda. Melakukan hubungan seks dengan orang lain juga hal yang tidak boleh dilakukan. Hal tersebut akan membuat Anda merasa diperalat dan malu.

5. Jangan Pernah Berpikir Bahwa Anda Akan Selalu Merasa Sedih
Ya, Anda menghabiskan 10 bungkus tisu dan Anda larut dalam air mata di depan kolega Anda lima kali pekan ini (dan itu hanya pada Senin pagi), tapi jangan khawatir. Sangat mudah memang untuk merasa Anda tidak akan pernah merasa bahagia lagi, tapi suatu saat Anda pasti akan bahagia. Setiap hari Anda akan mulai merasa semakin kuat hingga suatu hari Anda akan menyadari bahwa tidak lama lagi Anda akan merasa bebas dari mantan Anda.

6. Jangan Menghubungi Mantan Anda Untuk Alasan Apa Pun
“Aku harus mengingatkannya soal jadwal berobat ke dokter giginya”, “Aku harus bilang padanya bahwa anak kucingku baru saja bisa berjalan”.. Tidak, tidak, tidak, tidak, tidak! Di masa yang rumit setelah putus seperti itu, Anda bisa saja duduk sambil mencari-cari alasan untuk menghubungi mantan Anda, namun sangat penting untuk tidak melakukan itu. Jika Anda berdua memutuskan bahwa berpisah adalah keputusan yang tepat, biarkan luka Anda terobati karena lambat laun Anda tidak akan tergoda lagi untuk menghubungi mantan Anda.

7. Jangan Biarkan Diri Anda Berlebihan
Putus merupakan alasan yang tepat untuk duduk sambil menikmati es krim dalam jumlah banyak, namun hal baik yang berlebihan tidak pernah bagus untuk Anda. Manfaatkan waktu Anda setelah putus dengan santai, jika sebelumnya Anda selalu berusaha tampil sempurna saat masih bersamanya. Namun jika Anda sudah merasa sudah makan berlebihan selama empat hari berturut-turut, itu mungkin sudah saatnya bagi Anda untuk mulai menjadi diri Anda sendiri. Pakai baju terbagus Anda dan keluarlah untuk bersenang-senang lagi.

Sumber: Yahoo SHE

Minggu, 30 September 2012

Pada Bulan Merah, Akankah Kau Pulang?



Cerpen: Fakhrunnas M. A. Jabbar

Pelataran kecil di tepi laut itu kian rapuh dan ringkih. Ombak kecil masih berlarian. Saling mendahului dan berpacu. Teritip bertumbuh di tiap-tiap tiang kayu. Saling berhimpitan. Bak ukiran yang terpahat sendiri. Lengkung-lengkung berwarna hitam dan abu-abu di tiang-tiang itu membentuk mosaik yang begitu elok.

Di sela-sela mosaik itu selalu kulihat kilau kenangan bermunculan. Sekelebat wajah Zaini menyembul dengan senyum terkulum. Lelaki gagah dan berwibawa itu tak mudah lenyap dari pikiran dan perasaanku. Aku tiba-tiba jadi bergairah dan asyik-maksyuk tenggelam ke masa-masa silam itu. Cahaya lampu-lampu kapal di kawasan Pelabuhan Sri Bintan Pura bagai mengepung kesunyian. Memang, aku kian suka bersunyi-sunyi belakangan ini.

Meski boleh jadi aku datang bersendiri atau ditemani Zami, anakku satu-satunya --berusia sepuluh tahun-- buah pernikahanku dengan almarhum Usman. Seketika kutatap langit terbentang kala senja baru berlalu, warnanya kemerah-merahan. Biasanya, sebentar lagi bulan merah akan menggelantung di langit tinggi Tanjung Pinang. Sejak dulu, tak kutahu pasti kenapa bulan itu bisa berubah jadi merah saga.

Suasana begutlah pernah kulewati bersama Zaini. Lelaki berkulit agak gelap dengan kumis lebat yang pernah berikrar akan memperistri diriku. Aku selalu berbisik bangga pada lelaki itu bahwa dirinya adalah jelmmaan wira Melayu, Hang Jebat. Meski kemudian kutahu semangat kelelakiannya begitu jauh dari sosok sang wira.

"Pada bulan merah, aku pasti pulang!" hanya kalimat itu juga yang selalu terngiang di gendang telingaku. Kalimat itu juga yang diucapkan Zaini saat meninggalkan tanah Kawal yang merah terakhir kali.Butiran-butiran bauksit yang memerah ikut bersaksi malam itu. Zaini di usia belia --masa itu-- harus meninggalkanku. Ia hendak menimba ilmu di negeri Jiran Tanah Semenanjung Malaysia yang letaknya hanya berseberangan pulau saja.

Sampai penantian itu berbilang tahun --20 tahun hingga kini-- bagai kumbanng putus tali. Hilanng tanpa kendali. Andaikata pula ia tersesat, mestinya aku tahu di mana rimbanya. Kalaupun ia wafat, aku berharap tahu pula di mana tempat kuberziarah.

Amboi, Zaini begitu melekat dijiwaku. Padahal, selama dua puluh tahun itu, irama hidupku silih berganti. Aku sempat pula menikah dengan Usman atas paksaan Ayah dan Emak. Bahkan, hubungan pernikahan itu telah membuahkan Zamzami --orang-orang yang memanggilnya Zami--. Perkawinanku dengan Usman ditakdirkan tak berkekalan. Di usia Zami genap lima tahun, Usman mengalami kecelakaan feri. Ia tenggelam bersama puluhan penumpang lain di perairan antara Batam dan Bintan.

Meski hubungan cinta-kasihku dengan Zaini ditentang Ayah dan Emak --keduanya sudah almarhum dan almarhumah-- tapi kebengalan kami tetap saja tak mengapikkan kemarahan orang tua masing-masing. Kian hari, rasa cinta kami menghujam di lubuk hati yang terdalam. Sampai-sampai Zaini selalu mendendangkan pantun Melayu yang hingga kini tak akan pernah kulupa:

"Buah kelemak buah bidara
Sayang selasih diluruhkan
Buanglah emak buanglah saudara
Bila kekasih hati diturutkan


Biasanya bila Zaini sudah berpantun begitu, kami pasti tertawa bersama. Serasa diri kami bagaikan sepasang burung merpati yang sedang diamuk asmara. Sikap keras hati kami pula yang menyebabkan kisah cinta kami jadi buah mulut orang sekampung termasuk di sekolah kami.

Banyak hal yang membuat percintaan kami berkekalan di masa itu. Kami sama-sama menyukai sejarah. Titisan darah Melayu yang mengalir dalam nadi-nadi kami benar-benar menjadikan kami bagaikan Sultan dan Tuan Puteri yang bertahta di singgasana istana. Konon, diriku ini masih berkaitkelindan dan hubungan darah dengan pujangga Raja Ali Haji yang menghasilkan mahakarya Gurindam 12.

"Pada bulan merah, aku pasti pulang!" kalimat ringkas Zaini itu selalu berulang-ulang merajut kesunyian diriku. Bila aku sudah larut dalam lamunan yang ditingkahi debur ombak keputihan, tak kusadari aku bisa menghabiskan waktu setengah malam. Angin laut yang dingin tak mempan mengejutkan lamunanku.

"Mak, kenapa Emak suka bersunyi-sunyi di pelantar ini?" ucap Zami membuyarkan lamunanku. Aku tersentak. Amat gugup menatap mata Zami yang penuh ingin tahu.

"Apakah Emak teringat ayah?" selidik Zami dalam bahasa tanpa basa-basi.

Aku jadii teringat cara bertutur Zaini. Aku hanya bisa berdiam diri. Lamban. Tak bermaya.

Meski sebenarnya aku hendak berterus terang kepada Zami bahwa kerinduanku hanya semata kepada Zaini, lelaki yang tak pernah dikenalinya. Aku tak mungkin berterus terang pada Zami. Apa katanya bila sesungguhnya akumembayangkan seorang lelaki lain yang buukan ayah kandungnya. Tapi aku tak mungkin mengelabui hati dan perasaanku. Cinta-kasihku pada Zaini terpatri begitu dalam. Tak mungkin kulupa barang sekejap pun.

Ihwal Zaini sebenarnya bukannya tak pernah terbesut dari cerita-cerita orang sekampung yang juga merantau di Negeri Jiran itu. Tapi tak satu pun kisah-kisah itu yang bisa meyakinkan diriku. Seperti pernah dituturkan Wan Suib, sahabat karib Zaini setelah lima tahun kepergiannya.

Konon, Zaini yang menyeberang menuju Johor dengan menggunakan pompong yang mengangkut orang-orang Riau Kepulauan --masa itu-- sebagai TKI gelap, sempat disergap Polis Laut Diraja Malaysia.

Zaini bersama belasan orang yang tak begitu dikenalnya dijebloskan ke lokap. Sudah jamak jadi pembicaraan, barang siapa yang sempat masuk ke lokap itu pastilah mendapat perlakuan tak pantas.

Seperti yang dialami beberapa orang sekampung kami. Hasyim, Galib, dan Rajak yanng sempat disiksa selama ditahan di Negeri Jiran. Tahu-tahu waktu pulang terdampar di salah satu pantai Bintan yang tersuruk di ceruk-ceruk bakau. Keadaan ketiganya begitu memprihatinkan. Selain kondisi tubuh mereka yang jeging dan kumal juga senu atau hampir gila dan lupa ingatan. Memang tersebar luas di kampung itu, "pendatang haram" di Negeri Jiran biasanya diperlakukan tak manusiawi. Bahkan sampai-sampai disuntik "anjing gila."

Entah angin apa yang bertiup, Wan Suib, karib Zaini yang dulu menjadi tali-baut hubunganku dengan Zaini, bersama istrinya Zuleha, selepas Maghrib datang ke rumah. Aku terperanjat karena sudah lama sekali Suib tak bertandang.

"Ihwal apa yang awak bawa, Suib?" sambutku.

"Aku dapat kabar. Tapi boleh jadi ini kabar baik sekaligus kabar buruk," katanya. Wan Suib terbata-bata. Bagai menahan beban berat untuk berucap.

"Ihwal Zainikah?" desakku tak sabar.

Wan Suib mengangguk. Tak sabar aku mencecar dirinya. Tanganku seccara tiba-tiba mengguncang tubuh Suib. Aku betul-betul tak peduli pada Zuleha yang mendampinginya.

"Apakah Zaini sudah pulang? Di mana dia sekarang?" tanyaku tak habis-habisnya.

"Dengar dulu, Wan," sahut Wan Suib yang sejak dulu memanggil namaku Wan Zuraida. Wan Suib pun bercerita panjang lebar. Dirinya mengabarkan kepulangan Zaini beberapa hari lalu. Tapi kondisi Zaini begitu jauh berbeda. Ia pulang sudah jadi orang gila. Rambutnya kusut-masai. Ia benar-benar lupa ingatan. Tak seorang pun yang dikenalinya lagi. Benarlah kata orang bila sudah masuk lokap di Negeri Jiran itu, sudah bisa dipastikan tak akan selamat lagi.

"Sudahlah, Wan. Berdoa dan bersabar saja bagi kesembuhan Zaini," hanya kalimat itu yang bisa diucapkan orang-orang sekampung sekedar bersimpati pada diriku. Benarlah firasat burukku dulu bahwa kepergian Zaini ke negeri jiran hanya menjemput kenestapaan. Konon, kuperoleh cerita yang terpisah-pisah, Zaini tak sempat bersekolah apalagi bekerja karena ditangkap pihak polisi.

Meski hanya beberapa bulan di lokap tapi saat dirinya dilepas, kondisinya sudah senu. Hidupnya luntang-lantung di kawasan kebun sawit di Johor. Bahkan pernah pula ia terlantar di terminal bus Kuala Lumpur. Tak ada yang peduli. Hidupnya pun jadi orang usiran tanpa ada yang berbelas-hati. Tak banyak yang tahu bagaimana nasibnya selama belasan tahun lebih di rantau orang.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



Hari-hariku masih selalu berharap agar Zaini kembali hidupseperti sediakala. Meski dokter jiwa memperkirakan penyakit gila Zaini sudah sangat kronis. Sulit disembuhkan. Tapi aku tak pernah menyerah. Meski kedengarannyaaku seolah-olah ikut jadi gila. Kucoba membawa Zaini ke pelantar kecil di tepi pantai yang pennuh kenangan itu. Kebetulan bulan merah bertahta persis di atas Pulau Penyengat. Kukisahkan sesukaku pada Zaini bagaimana bulan merah itu selalu jadi saksi percintaan kami. Aku bercerita lepas begitu saja bagai orang gila.

"Zaini, pada bulan merah ini, kau pulang. Masih ingatkah kau ucapkan janji itu?" ucapku tanpa berharap Zaini menyahut. Tapi selalu ada harapan dalam hatiku. Bolamata Zaini tampak menatap lama ke bulan merah itu. Meski tak kutahu apa maknanya. Zaini terbatuk beberapa kali. Ajaib. Kurasakan bolamatanya basah. Air matanya mengalir hangat yang hinggap di jemariku.

"Zaini....!! kupanggil namanya kuat-kuat. Berteriak sesukaku. Meski Zaini tetap bergeming. Terus saja kuberteriak. Berharap lelaki itu tersadar dan merajut kembali sisa kenangan yang lama berlalu.

Zainiiiiiiiiiiiiiiiiiiii!" (*)

Citra Budaya
Sumatera Ekspres,Minggu, 30 September 2012

Minggu, 23 September 2012

Diam

Cerpen : Iin Yakub

Diam, aku amat menyukainya. Kata orang diam itu emas, tapi bagiku diamk kekal. Aku tak terbiasa bicara. Selallu saja menyimpan semuanya baik-baik disini, dirongga dadaku. Aku tak terbiasa menulis. Selalu saja mendokumentasikan semuanya baik-baik disini, dirongga dadaku. Kutulis dengan mata venaku yang tajam. Lalu aksara-aksara itu kubiarkan mencair dan leleh berpendar di semua sudut jiwaku.

Saat bapakku meninggal karena kecelakaan di pabrik tempatnya bekerja, aku diaam. Orang-orang mengellus kepalaku dan berkata, "Jangan menangis Bujang." Aku diam. Aku pun tak menangis saat bapak dengan tubuh kaku bersimbah darah diantarkan orang ke rumah kami yang sempit, lalu dimandikan, dibungkus dengan kain kafan harum. Aku tak menangis meskipun jenazahnya mulai ditimbun perlahan dengan gundukan tanah. Aku tak menangis. Aku diam. Menyimpan semua semuanya baik-baik di sini, dirongga dadaku. Bagiku bapak tidak pernah mati. Dia diam bersamaku. Di sini dirongga jiwaku.

Bagiku diam adalah kekekalan untuk melawan semuanya. Melawan luapan kegembiraan agar tak meluber, melawan duka yang dapat mematikan akal, melawan tatapan sinis mereka yang terganggu dengan diamku, juga melawan kemarahan saat air mata emakku tumpah karena kaleng beras di dapur kamii kosong. Aku diam karena kaleng beras itu sudah terllalu sering kosong, di bulan puasa atau bulan-bulan tanpa puasa.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



Empat tahun setelah kematian bapak, aku tak bisa lagi membiarkan semuanya. Tak bisa lagi hanya mengangguk menuruti keinginan emak untuk terus diam di bangku sekolah yang kian tua dan gedungnya semakin reot. Aku benci berdiam di sana dan membiarkan jemari emakku semakin keriput terendam air sabun cucian sepanjang hari. Bagiku diam adalah perlawanan, termasuk melawan nasib yang menggerogoti kehidupan kami. Aku nekad bekerja apa saja. Jadi kuli panggul di pasar, tukang banngunan, bahkan pembersih sampah pasar. Aku tak bisa membiarkan tannganku diam menyaksikan kesulitan emak. Cukuplah lidahku saja yang memilih diam. Setelah dua tahun bekerja serabutan, aku akhirnnya memutuskan untuk menuis sebuah surat lamaran pekerjaan.

"Kita tidakk akan pernah kaya dengan uang, Bujang. Kau bersabarlah sebentar lagi sekolahmu selesai. Kalau kau punya cukup ilmu, kau akan bekerja dengan otakmu bukan dengan tanganmu yang ceking itu."

Aku diam. Memasukkan surat lamaran dan fotocopy ijazah lusuh dalam amplop coklat ukuran besar.

"Kalau saja bapak kau masih hidup, mungkin kita tidak akan semelarat ini, Bujang." Emakku menerawang lagi, mengingat bapak yang berperang melawan cacing-cacing di kuburnya. Aku diam membuang tatap ke jendela. "Kalau saja, pabrik itu bersedia bertanggung jawab dan memberikan dana konpensasi ats kecelakaan bapak kau itu, Bujang, mungkin kau punya biaya sekolah yang lebih baik."

Aku diam. Benci mendengar emak meratapi masa lalu. "Kau jangan ikut-ikutan bapak bekerja di pabrik, Bujang. Emak tak mau melihat kau merasakan susah yang sama seperti bapak kau dulu."

Aku diam. Tertunduk meremas map coklat berisi surat lamaran kerja karena ke pabrik itulah aku akan melagkah. Bagiku diam adalah penolakan terhadap larangan-larangan emak agar aku tak harus menjadi Malin Kundang yang terkutuk melawan nasihat emaknya. Bagiku diam adalah permohonan maafku atas pembangkangannku pada emak yang tak dapat membaca.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



"Anak Pak Saipul kah kau ini?" Kepala pabrik membaca sekilas surat lamaran pekerjaanku. Menggeleng-gelengkan kepala melihat ijazahku yang hanya bertuliskan nama sebuah SMP negeri. Aku menganggukkan kepala saat dia menyebut nama bapakku dengan kesalahan penyebutan huruf f.

"Aiii.. mau kerja di sini pula kau, Bujang?"

ku mengangguk

"Sayang, bapak kau yang bodoh tu tak cakap menggunakan mesin pemotong. Sudah kusuruh mandor mengajarnya baik-baik, tapi kepalanya yang bebal tu ternyata tak cepat tanggap dengan teknologi. Jadilah teknologi tu yang makan die.

Aku diam. Menatap mata sipitnya tajam-tajam. Bagiku diam adalah perlawanan, termasuk perlawanan atas penghinaan trhadap almarhum bapakku.

"Kau mau kerja di sini juga, Bujang?" Ia terkekeh. Menatapku dari ujung kepala seolah hendak membaca tingkat kecerdasanku dengan otak culasnya, "Aiii... mesin pemotong tu memanglah dapat bekerja sendiri , tak perlu kau ajak bercakap, Bujang. api kau mestilah tanggap dengan semua yang harus dilakukan terhadap mesin tu. Pencet tombol ini, pencet tombol itu, matikan ini, matikan itu. Kau harus belajar mengoperasikan mesin berteknologi macam tu?"

Dia menataapku ingin tahu. Dibumbui rasa meremehkan yang kental. Namun, aku diam. Tak mengangguk, tak pula menggeleng.

"Hei, Bujang. Kalau kau mati karena mesin pemotong tu, alangkah tak eloknya cerita keluarga kau nanti. Bapak--anak mati karena menjalankan mesin pemotong . Alangkah tak eloknya kalau orang tahu bahwa orang macam kau dan bapak kau itu terkutuk oleh oleh mesin berteknologi. Ditambah lagi, kalian bisu pula. Nanti orang-orang pikir, orang bisu bodooh dan tak cakap mengoperasikan mesin."

Aku diam, mengisap semua oksigen di ruangan itu. Melawan otakku yang mendidih. Tanganku meraba sebuah badik yang selalu terselip di pinggangku. Bagiku diam adalah sebuah penghormatan. Penghormatan untuk bapakku yang bisu. Bagiku diam adalah sebuah pemahaman. Memahami semua kata yang hendak bapak ucapkan padaku sejak masa kanak-kanakku. Bagi diam adalah pengertian. Mengerti bapak yang hanya menyampaikan semangat dan kasih sayangnnya hanya lewat mata, senyuman, dan telapak tangannya. Bagiku diam adalah bapakku. Adalah jiwaku.

"Aku tidak bisu, Bodoh!!!"

Sebuah belati bersarang tepat di ulu hati lelaki tambun yang mengejek romantisme diam di antara aku dan bapak. Lelaki itu melotot menatap mataku. Entah terkejut untuk rasa sakit mahadahsyat yang menggerogoti tubuhnya atau mendengar suaraku yang mendesis tajam.

Setelah itu, diam bagiku adalah pengakuan. (*)

Citra Budaya
Sumatera Ekspres, Minggu, 23 September 2012

Rabu, 12 September 2012

Pusing Bedakan Empat Anak Kembar, Ibu Cukur Rambut Anak-anaknya


Para guru dan teman-teman anak kembar empat ini sekarang bisa dengan mudah membedakan mereka.

GUANGDONG - Salah satu kesulitan memiliki anak kembar adalah terlalu miripnya wajah mereka sehingga terkadang sulit membedakannya.

Nah, seorang ibu di kota Guangdong, China bernama Tan Chaoyun memiliki empat anak kembar laki-laki. Dan dia sangat sulit membedakan keempat anaknya itu.

"Anak-anak saya sangat mirip satu dan lainnya, bahkan untuk saya," kata Tan yang mengatakan satu-satunya perbedaan keempat anaknya itu hanyalah bentuk alis mereka.

"Saya hanya bisa membedakan mereka dengan memberikan semacam kalung di pergelangan kaki mereka sebelum mereka berusia 18 bulan," kenang Tan.

"Bahkan sekarang saja ayah mereka kerap keliru saat memanggil," tambah Tan sambil terkekeh.

Dan kini Tan memiliki cara termudah untuk memberi pembeda yang jelas bagi anak-anak mereka.

Cara yang digunakan Tan sangat unik dan sangat membantu kawan-kawan dan guru sekolah keempat anak-anaknya itu.

Caranya, Tan mencukur kepala masing-masing anaknya hingga nyaris pelontos dan hanya menyisakan sedikit rambut di kepala mereka.

Sisa rambut itu kemudian dibentuk menjadi nomor satu hingga empat. Dan kini keempat anak kembar itupun bisa dengan mudah dibedakan bahkan dari jarak yang cukup jauh.

Editor : Soegeng Haryadi
Sumber : Kompas.com
Sriwijaya Post - Sabtu, 8 September 2012

Sekilas Angina Alias Angin Duduk


Ilustrasi: Penyakit angina sangat berhubungan dengan jantung, biasanya angina ditandai dengan timbulnya rasa sakit pada dada sebelah kiri.

Penyakit angina atau biasa disebut angin duduk merupakan salah satu penyakit yang bisa mengakibatkan kematian dan penderita dapat meninggal tiba-tiba.

Bisa saja seseorang tiba-tiba meniggal pada saat duduk santai. Penyakit angina sangat berhubungan dengan jantung, biasanya angina ditandai dengan timbulnya rasa sakit pada dada sebelah kiri.

Jika jantung kekurangan oksigen maka hal ini akan menimbulkan rasa nyeri, maka dari itu muncul gejala dada kiri terasa nyeri. Rasa nyeri di dada ini akan terasa seperti ditekan dan dapat berlangsung selama lima menit sampai tiga puluh menit, dan bisa menjalar sampai ke bahu dan lengan kiri.

Jadi pada dasarnya penyakit angina adalah penyakit jantung iskemik, yang terjadi karena pasokan oksigen dan aliran darah ke jantung berkurang.

Rasa nyeri akibat kekurangan oksigen pada penyakit angina ini dapat terjadi karena dua sebab. Pertama, terdapat penyumbatan pembuluh darah di daerah sekitar jantung yang membawa oksigen.Akibat dari penyempitan ini suplai oksigen menjadi berkurang dari yang seharusnya dibutuhkan oleh jantung.

Kedua yaitu adanya aktivitas berat yang menyebabkan terjadinya lonjakan oksigen yang berlebihan daripada biasanya. Beberapa aktivitas yang menyebabkan lonjakan kebutuhan oksigen adalah olahraga, mendaki gunung, bekerja keras, atau dikala mengalami stres.

Gejala
Gejala yang biasa ditemui dari penyakit angina ini adalah : Rasa nyeri pada dada sebelah kiri serasa ditekan, nafas tersengal-sengal dan kelelahan serta perasaan lunglai.

Hal ini terjadi karena ada penyumbatan koroner yang mengakibatkan jantung kurang mendapatkan cukup oksigen. Jika anda sering mengalami hal tersebut maka sebaiknya anda berkonsultasi dengan dokter agar penyakit jantung yang akan terjadi selanjutnya dapat dihindari.

Pencegahan
Jagalah tekanan darah anda, karena tekanan darah yang cukup tinggi dapat memicu kebutuhan oksigen meningkat dengan tajam.

Jagalah tingkat kadar gula anda yang tinggi dapat menghambat proses aliran oksigen ke jantung.

Jagalah tingkat kolesterol dalam darah anda, karena plak kolesterol yang terdapat dalam darah menjadi penyumbat yang sering terjadi bagi proses aliran oksigen ke jantung.

Sebelum anda terindikasi terkena penyakit angina ada baiknya anda selalu memeriksakan tingkat kolesterol dalam darah, kadar gula dalam darah, dan tekanan darah. Agar resiko terkena penyakit angina dapat dindari sedini mungkin.

Pengobatan
Apabila anda sudah merasakan gejala rasa nyeri pada dada sebelah kiri, maka sebaiknya anda melakukan pemeriksaan ke dokter dan melakukan pola hidup sehat. Jika anda membiarkannya berlarut-larut maka tidak menutup kemungkinan bahwa anda bisa terkena serangan jantung.

Hentikan kebiasaan merokok, berolahraga dengan teratur dan jangan melakukan olahraga yang terlalu berat, hindari makanan yang mengandung kolesterol tinggi, hindari kondisi stress.

Penyakit angina merupakan tanda bahwa ada yang tidak beres dengan jantung anda, maka lakukanlah perubahan pola hidup dari sekarang sebelum penyakit jantung menyerang dan dapat berujung pada kematian. (perempuan)

Editor : Soegeng Haryadi
Sriwijaya Post - Senin, 10 September 2012 11:17 WIB

Memilih Waktu yang Tepat untuk Menikah

Menikah tentu waktu yang sangat anda impikan. Setiap orang yang telah menemukan pasangan ingin menikah. Menentukan waktu untuk menikah tidaklah mudah. Banyak hal yang harus anda ketahui dan cermati ketika anda merencakan pernikahan. Semuanya harus dipikirkan dengan matang agar apa yang anda inginkan bisa didapatkan.

Lalu bagaimana cara tepat memilih waktu menikah? Banyak hal yang harus anda pertimbangkan sebelum memilih tanggal yang tepat. Berikut ini beberapa tips tepat memilih waktu nikah yang tepat bagi anda.

Dalam semua agama, semua hari adalah hari baik dan semua tanggal adalah tanggal baik pula. Maka tepat memilih waktu nikah adalah ketika anda bisa memilih tanggal yang baik agar semua anggota keluarga bisa hadir dan memberikan doa restu kepada anda.

Anda bisa memilih waktu libur sekolah anak-anak atau waktu yang lainnya. Pastikan keluarga dari luar kota atau luar pulau juga bisa mengambil libur pada hari pernikahan anda.

Sebaiknya anda memilih hari minggu sebagai hari pernikahan anda. Pada hari minggu, sebagian besar orang akan libur dari pekerjaan serta dapat menghadiri pernikahan anda. Hari minggu menjadi salah satu tips tepat memilih waktu nikah yang baik.

Jika anda menyukai tanggal atau angka tertentu, anda bisa menggunakan tanggal cantik serta bulan cantik. Ini tidak wajib, hanya saja anda akan lebih mudah mengingat hari istimewa anda serta orang lainpun akan selalu mengingat pernikahan anda.

Pilihlah hari pernikahan yang tidak terlalu tergesa-gesa agar anda bisa mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Anda harus memastikan tempat dan semua komponen dalam pernikahan pada tanggal itu tersedia.

Memilih bulan yang baik seperti pertengahan tahun akan lebih baik karena hujan tidak akan sering terjadi. Ketika hujan anda akan kerepotan dengan segala hal. Oleh karena itu, memilih musim kemarau adalah tips tepat memilih waktu nikah.

Anda bebas menentukan waktu pernikahan anda, yang terpenting adalah mempersiapka segala sesuatu dengan maksimal agar hasilnya sesuai dengan apa yang kita harapkan. (perempuan)

Editor : Soegeng Haryadi
Sriwijaya Post - Rabu, 12 September 2012 13:17 WIB

Jika Profesi Jadi Pertimbangan Cari Jodoh


Ilustrasi: Dari survei muncul fakta bahwa ada lima bidang karier yang berpengaruh buruk pada kehidupan percintaan. Di antaranya: Media (jurnalis), Bisnis (pemilik usaha), Pelayanan Kesehatan, Real Estate dan Hukum.

Karier tak hanya berdampak pada status dan finansial, namun juga hubungan percintaan. Survei terbaru situs kencan online, eHarmony, menunjukkan bagaimana profesi dan pekerjaan Anda bisa membuat jauh dari jodoh, namun juga bisa membantu Anda menemukan pasangan yang tepat.

Sebagai catatan, tahun lalu, situs ini mengadakan survei bertajuk "Best And Worst Careers for Love". Dari survei ini muncul fakta bahwa ada lima bidang karier yang berpengaruh buruk pada kehidupan percintaan. Di antaranya: Media (jurnalis), Bisnis (pemilik usaha), Pelayanan Kesehatan, Real Estate dan Hukum. Mereka yang berkarier di bidang ini punya jam kerja yang panjang, sehingga sebagian orang kesulitan menjalin hubungan demi mendapatkan pasangan.

Meski begitu, bukan berarti kalangan sibuk ini tak bisa menemukan jodoh yang tepat. Survei terkini dari situs kencan online yang sama membuktikan, ada sejumlah pertimbangan dari kalangan profesional dalam mencari jodoh. Dalam mencari jodoh, biasanya kalangan profesional mempertimbangkan waktu bekerja.

Sebagian profesional sengaja mencari pasangan dari bidang karier dengan tingkat kesibukan setara. Dengan begitu, masing-masing pihak dapat memahami kesibukan pekerjaan dan karier, sehingga hubungan tak terganggu walau jarang bertemu atau tak leluasa meluangkan waktu bersama.

Survei ini menunjukkan, ternyata dokter menjalin komunikasi lebih sering dengan bankir. Hal ini terjadi karena para profesional yang sibuk ini mempertimbangkan waktu bekerja yang panjang, dampaknya terhadap hubungan. Lantaran sama-sama sibuk, keduanya pun merasa nyaman dalam membangun hubungan, karena masing-masing saling memahami kondisi pekerjaan. Alih-alih menuntut waktu bersama pasangan, keduanya akan memahami satu sama lain bahwa masing-masing menjalani profesi dengan jadwal ketat dan padat.

Meski begitu, sebagian profesional dengan jadwal kerja padat lebih memilih mencari pasangan yang bekerja dengan jadwal fleksibel. Misalnya, bankir dan analis berpasangan dengan guru.

Guru memiliki waktu bekerja yang lebih fleksibel dibandingkan bankir. Dengan waktu bekerja yang berbeda ini, pasangan guru dan bankir merasa lebih bisa saling melengkapi. Salah satu pihak, entah suami atau istri, punya waktu lebih luang untuk mendampingi anak-anak. Pertimbangan utama pasangan tipe ini di antaranya adalah meluangkan waktu lebih banyak untuk kepentingan keluarga.

Editor : Soegeng Haryadi
Sumber : Kompas.com
Sriwijaya Post - Selasa, 11 September 2012 10:50 WIB

Minggu, 09 September 2012

Bom Air Mata

Cerpen: Imam Safri Lukman

Hiro terdiam mendapati gerbang sekolahnya hancur. Asap putih dan debu-debu membaur dalam kepanikan. beberapa teman sekolahnya menagis, memegang kepala yang bocor, menjerit menahan perih kaki patah, bahkan meninggal.

Hiro masih mematung. Tak dapat bergerak. Hanya seragam putih-merah dan dasinya yang diayunkan angin. Ketakutan telah menyihirnya sedemikian rupa. Hingga suara sirine ambulance dan ban mobil patroli polisi yan berdecit membuyarkan kengerian Hiro. Seorang berpakaian medis menggendong bocah itu, membawa Hiro menjauh, memberi jalan pada puluhan orang berpakaian tebal serba hitam dengan tulisan besar di punggung mereka; "GEGANA"

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



"Bunda, Yuk Nika belum bangun?" Hiro masuk ruang pasien dengan terburu-buru. Melepaskan tas sekolah dan langsung menghampiri bundanya.

"Bun." Mata Nika kerjap dua kali. Lemah sekali, tapi cukup mengulas senyum Hiro dan bunda.

"Adikmu ini hampir setiap menit bertanya, kapan kamu bangun." Akhirnya bunda bisa tersenyum, memandang dua buah hatinya secara bergantian.

"Bunda, kenapa kakkiku?" Nika sesegukkan, jika saja tubuhnya tidak selemah sekarang, suara tangisnya akan jauh lebih menggema. Tapi isak mungil tersebut ternyata menyayat hati bunda dibandingkan ketika dulu Nika meraung saat boneka barbienya dirusak Hiro.

Tak ada penjelasan bunda tentang pertanyaan buah hatinya. Semua kata yang ia susun, hancur menjadi kebisuan.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



Bunda cepat-cepat mengusap airmata, menyadari langkahnya telah sampai di depan rumah salah satu langganan.

"Bu Waluyo, ikan Bu."

Seorang ibu bertubuh gembrot, keluar. Mengucek-ngucek mata dan menguap tanpa menutup mulutnya yang menganga.

"Ikan tongkol dua kilo." Bu Waluyo menyodorkan selembar uang seratus ribuan. "Apa kabar anakmu? Masih sekolah kan?" lanjutnya.

"Masih, Alhamdulillah Bu."

"Ambil saja kembaliannya, buat uang jajan anakmu."

"Jangan Bu, ini terlalu banyak."

"Jangan nolak rezeki!"

"Terima kasih, Bu." Secuil senyum mengembang di wajah bunda. Meski tak seorangpun tahu, apakah senyum itu mampu membuat hatinya melupakan tiap kesedihan. Bahkan untuk sementara saja, membiarkan amnesia tentang masa lalu yang pilu.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



Malam menghitam, awan-awan bergerombol membawa gelayut titk-titik air. Dan benar saja, hujan turun berduyun-duyun membasahi. Menimbilkan orkestra gaduh di atap seng rimah bunda dan dua orang anaknya. Ya, mereka terpaksa pindah ke rumah yang jauh lebih kecil karena harus menjual rumah terdahulu.

Bunda buru-buru menutup jendela yang seperti hendak terlepas karena kekuatan angin. Rambut panjangannya ikut seliweran.

Hiro berlari, hendak menutup pintu depan.

"Saya duluan tidur, Pak. Besok pagi-pagi saya harus ke pelabuhan."

"Tunggu, ada yang harus aku bicarakan kepadamu." Waluyo menyeruput teh yang baru saja dihantarkan bunda. Bunda masih berdiri lima langkah dari pintu kamar. Satu-satunya kamar di rumah ini. Entah apa yang ada dipikiran bunda, perempuan itu seperti menangkap sesuatu hal penting yang akan ia dengar dari mulut Waluyo. Dan bunda mendekati, ikut bersimpuh di lantai semen yang dingin.

"A-ada apa, Pak?"

"Aku ingin memberimu ini." Waluyo membuka tasnya, mengeluarkan berikat-ikat uang yang sebagian lembap karena hujan.

"Astaga!" Bunda terkejut, tangan kirinya menutup mulutnya sendiri.

"Kau berhak mendapatkannya. Total keseluruhan lima puluh juta. Kau bisa membelikan kaki palsu yang bagus untuk anakmu, membiayai mereka sekolah dan keperluan lain."

"Omong kosong, mengapa tak pernah sampai ke tanganku?"

"Karena kami berjudi, dan judi ternyata memiliki candu yang luar biasa."

"Ha?"

"Jangan dipotong dulu! Suatu hari, seorang berambut pirang mengajak kami berbincang tentang agama,benar saja, kami seperti insaf dengan kata-kata dahsyatnya tentang agama. Tapi kami sebenarnya tak pernah dengar tuahnya tentang agama, yang kami dengar hanya kata-katanya tentang iming-iming uang yang banyak jika mau bergabung dengan kelompoknya. Dan kau tahu, pekerjaan kami adalah meledakkan bom."

"Baiklah, belum sempat dua minggu bergabung, pria berjenggot tersebut lalu memberi kami 'misi' untuk membunuh sekelompok sukarelawan dari Eropa, entahlah mengapa kami yang dipilih, mungkin karena hanya kami yang siap dan trlalu lugu dan dibutakan oleh uang. Kami hanya disuruh meledakkan bom di pelataran parkir penginapan mereka."

"Tempat yang kami ledakkan adalah sekolah Nika, Hiro dan anakmu! Mengapa tak kalian tembak saja sukarelawannya? Lihatlah, anakmu meninggal, Nika kehilangan kakinya!"

"Pertama, kami tak tahu jika anak-anak kami sekolah di sana. Bukankah sebelumnya mereka disekolahkan di tempat favorit? Mengapa kalian pindahkan? Kedua, kami tak pernah tahu jika ledakkan bakal sebesar itu, perkiraan kami ledakkannya hanya mampu menghancurkan penginapan sukarelawan tersebut. Dan ketiga, kami tak diajari cara menembak, belum pernah pegang senjata, dan jumlah sukarelawan itu puluhan."

"Cukup, keluar kau dan bawa uang-uangmu!" Bunda bangkit dan melemparkan setumpuk uang ke muka Waluyo.

"Dia belum mati?"

"Aku tak tahu. Tolong diambil uang ini, maaf karena baru malam ini aku punya keberanian untuk memberikannya padamu."

20 Tahun Kemudian.....



Hiro mengamati dari jauh. Hiro memicingkan mata, memandang ruko bertuliskan "Warung Makan Bunda" dari teropongnya. Seorang ibu berambut panjang sedang bercengkrama dengan gadis cantik, mereka sibuk mengantarkan pesanan. Sedikit terpincang, gadis cantik itu meletakkan sepiring nasi ke meja pelanggan. Mereka--pelanggan itu adalah sepasang suami istri, si istri tampak menguap dengan mulut menganga lebar.

"GELEGAAARR!!" sebuah dentuman besar terjadi di ruko tersebut. Asap putih dan debu-debu membaur dalam kepanikan. Kepanikan sekejap, karena tak ada yang bisa berteriak lebih lama. Ledakkan kedua menyusul. Lebih besar, lebih dahsyat dari bom air mata bunda. Kesedihan yang perempuan itu simpan seumur hidupnya, tersamarkan dalam senyum khas seorang ibu. (*)

Sumber: Citra Budaya
Sumatera Ekspres, Minggu, 9 September 2012

Lewat Surat Cinta Bisa Lebih Ungkapkan Romantisme

E-mail, SMS, sampai instant messenger memang sangat mempermudah komunikasi kita dengan orang lain. Namun, ketika sedang menjalin kasih Anda pasti tak ingin menerima ucapan cinta melalui pesan singkat saja.

Untuk mengatasi kebosanan dan membuat hubungan semakin romantis, tak ada salahnya untuk kembali menggunakan cara tradisional, yaitu surat cinta. Meski terbilang jadul, melalui surat cinta Anda bisa lebih puas mengungkapkan perasaan dengan kalimat yang lebih romantis. Apalagi jika surat itu Anda selipkan ke tangannya dilengkapi setangkai mawar merah.

"Meskipun Anda tak bisa menuliskan kalimat yang romantis, namun mengirimkan surat cinta kepada pasangan akan membuat si dia sangat senang dan tak akan melupakannya," ungkap Tom Chiarella, dalam artikelnya, How to Write (and Read) a Love Letter. Ketika menulis surat cinta untuk pasangan, perhatikan beberapa hal berikut ini.

1. Tenangkan diri Anda
Satu hal yang harus dilakukan ketika menulis surat adalah menenangkan diri. Duduklah dengan tenang, karena menulis surat membutuhkan waktu dan tidak bisa dilakukan dengan terburu-buru, karena surat cinta memiliki ritmenya tersendiri. "Ingatlah bahwa menulis surat tidak seperti saat Anda sedang menulis kartu ucapan atau memo," tukasnya.

Ketika menulis surat, tiga baris kalimat tidak dapat mewakili perasaan yang akan ditulis dalam tiga paragraf. Hal ini bukan berarti Anda harus menulis surat dengan kalimat yang panjang. Hanya saja, ketika menulis surat Anda bisa mencurahkan perasaan dalam kalimat yang lebih panjang dibandingkan saat menulis memo atau kartu ucapan. Sulitnya memulai untuk menulis ungkapan perasaan dalam surat biasanya disebabkan Anda selalu terburu-buru ketika melakukannya. Luangkan waktu untuk menulis surat cinta dengan hati dan pikiran yang tenang.

2. Bangkitkan kembali memori Anda berdua
Surat cinta tidak harus selalu berisi kalimat rayuan. Ada baiknya juga membangkitkan kenangan indah Anda berdua. Ceritakan sebuah kisah yang hanya Anda berdua yang tahu, atau ceritakan juga saat-saat dimana ia tidak menyadari bahwa Anda selalu memperhatikannya. Ceritakan secara rinci untuk menunjukkan apa yang Anda dan dia ingat, agar ia yakin Anda sangat memperhatikan dan mencintainya.

Surat Cinta

3. Gambarkan hal yang Anda sukai darinya
Surat cinta yang baik haruslah menjelaskan kekaguman dan perasaan Anda dengan konkret, bukan sekadar kata-kata manis. Gambarkan berbagai hal yang Anda sukai dari dirinya sebelum Anda menyampaikannya. Misalnya, "Aku melihat kamu menonton orang bermain catur di taman. Kayaknya tenang dan serius banget, dan aku suka cara kamu melihat dan memperhatikan sesuatu."

4. Jangan terlalu merayu
Sah saja jika menuliskan berbagai kata cinta, dan rayuan yang menggoda. Namun sebisa mungkin minimalkan rayuan gombal Anda, karena dengan terlalu banyak merayu, Anda justru akan membuat si dia merasa tidak nyaman dan tidak bebas. Ungkapan cinta yang terlalu banyak dan sering akan terkesan murahan, sedangkan ungkapan yang terbatas justru akan memberikan nilai tersendiri.

5. Ingatlah, surat itu ungkapan pribadi
Ungkapkan perasaan Anda dengan penuh kejujuran. Dalam surat cinta, Anda harus mendefinisikan arti cinta yang Anda rasakan. Biarkan dia tahu bahwa ia telah mengisi hari-hari Anda, dan membantu Anda menemukan arti hidup Anda.

Editor : Soegeng Haryadi
Sumber : Kompas.com
Sriwijaya Post - Sabtu, 24 Maret 2012

Minggu, 02 September 2012

Kisah Wong Arab di Kapal Titanic yang Terlupakan

Seratus tahun telah berlalu sejak tragedi tenggelamnya kapal pesiar Titanic. Tragedi itu dianggap sebagai musibah terburuk di lautan yang pernah terjadi dalam abad ke-20. Namun di tengah ramainya pemberitaan mengenai peristiwa itu, nyaris tak ada yang menyebut tentang para penumpang Arab yang tewas dalam kejadian itu.

Semua penumpang Arab yang tewas dalam tragedi itu berasal dari Libanon, kecuali seorang warga Mesir. Bukti keberadaan penumpang Arab di kapal Titanic tampak jelas dalam film legendaris tahun 1997 "Titanic" arahan sutradara James Cameron.

Dalam film yang dibintangi aktor Leonardo Di Caprio dan aktris Kate Winslet itu, seorang ibu berbahasa Arab terdengar menyuruh putrinya untuk bergegas saat kapal mulai tenggelam. Logat Libanon saat dia mengatakan "Ayo! Ayo!" dalam bahasa Arab jelas menunjukkan asal-usulnya.

Suaminya kemudian menjawab, juga dengan logat Libanon yang kental, "Tunggu! Kita lihat apa yang bisa kita lakukan." Pria itu kemudian membalik-balik halaman buku berisi denah kapal tersebut untuk mencoba mencari jalan keluar

Selain adegan yang hanya berlangsung sekitar enam detik tersebut, tak ada hal lain yang pernah terdengar mengenai warga Arab yang tewas dalam tragedi Titanic meski peristiwa itu dikenang tiap tahun.

Klip film tersebut diputar di stasiun televisi Al Arabiya hari ini dalam tayangan mengenai kisah para penumpang Arab yang menjadi korban Titanic. Media tersebut juga menayangkan rekaman asli dari satu-satunya rekaman video dalam kapal pesiar mewah tersebut saat berlayar menuju New York, Amerika Serikat. Video tersebut ditemukan 27 tahun silam.

Adalah desa Kafr Mishki di Distrik Rashaya District, sebelah tenggara Beirut, ibukota Libanon yang paling menderita dalam tragedi Titanic. Desa tersebut yang jumlah penduduknya ketika itu tidak lebih dari 500 jiwa, kehilangan 13 warganya dalam tragedi itu.

"Gereja Kafr Mishki akan menggelar misa pada Minggu untuk para korban dan jemaat akan mengheningkan cipta semenit untuk mengenang kematian mereka," kata kepala desa Khalil al-Sikli kepada Al Arabiya seperti dilansir Al Arabiya.net, yang dikutip detik.com, Senin (9/4/2012).

Diimbuhkan Sikli, lebih dari 11.000 warga asli Kafr Mishki telah beremigrasi ke beberapa bagian dunia dan saat ini tersebar di lima benua.

Diikuti kemudian oleh Desa Hardine di Distrik Batroun, Libanon utara yang juga kehilangan sejumlah warganya dalam tragedi Titanic. "Hardine kehilangan 11 warganya dalam (tragedi) Titanic," kata kepala desa Bakhous Sarkis Assaf kepada Al Arabiya.

Ditambahkan Assaf, seperti halnya Kafr Mishki, Hardine juga akan menggelar misa di gereja untuk mengenang para korban Titanic itu.

Berita Musi, 09.04.2012 19:51:28 WIB

Jumat, 31 Agustus 2012

Agar Komentar Orang Tak Merusak "Mood"

Wajar saja kalau Anda merasa senang ketika orang-orang terdekat atau di sekitar Anda memberikan pujian, apresiasi, dan merasa nyaman berada di dekat Anda. Juga wajar jika Anda merasa kecewa ketika tidak mendapatkan respons positif dari orang lain atas apa yang Anda lakukan.

Keinginan atau kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan juga respons menyenangkan dari orang lain, merupakan hal yang manusiawi. Namun, Anda tetap perlu mengendalikannya agar tidak membuat Anda merasa lemah ketika kebutuhan ini tak terpenuhi.

Psikolog, Amy Johnson Ph.D mengatakan sebaiknya saat Anda tidak mendapatkan pujian, pengakuan, apresiasi seperti yang Anda inginkan, begitu pun saat Anda mendapatkannya, tidak memengaruhi penilaian Anda terhadap diri Anda sendiri. Meski kebutuhan akan pengakuan ini hampir didapati pada diri setiap orang, namun bukan berarti Anda dikendalikan olehnya.

"Biasanya, pengakuan, kritik dari orang lain merefleksikan diri mereka sendiri, dan perasaan mereka, jadi bukan menjadi ukuran atas diri Anda, orang yang dikomentarinya. Seseorang bisa jadi sedang merasa positif pada hari itu, dan dia mengalami hari yang menyenangkan sehingga dia membanjiri pujian kepada orang lain termasuk Anda. Kadang kalau seseorang dalam kondisi negatif, mengalami hari buruk, dia bisa saja menghujani Anda dengan kritik pedas. Jadi, apa yang dikatakan orang lain mengenai Anda sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Anda, dan Anda semestinya tidak menjadikan ucapannya sebagai ukuran untuk menilai diri Anda," jelasnya.

Anggap saja begini, ketika atasan Anda sedang mengalami hari yang menyenangkan, dia akan menunjukkan sikap yang manis dan tak sungkan memberikan apresiasi atas pekerjaan yang Anda lakukan. Tapi, saat ia sedang bad mood karena berbagai hal yang barangkali sifatnya pribadi, ia lantas mengkritik apa yang Anda kerjakan sehingga membuat hari Anda pun menjadi menyenangkan.

Saran Johnson, sebaiknya Anda tak perlu terlalu memikirkan apalagi terpengaruh dengan pujian juga komentar buruk yang dilemparkan kepada Anda. Karena sebenarnya, semua komentar itu cenderung lebih banyak berkaitan dengan dirinya sendiri, bukan tentang Anda. Sehingga dengan begitu Anda tidak mudah terbawa emosi karenanya. Meski bukan berarti Anda menjadi "kebal" dan sama sekali tak mendengarkan orang lain. Prinsipnya, Anda perlu lebih jeli menyaring komentar terutama pendapat buruk tentang Anda, dengan tidak menanggapinya mentah-mentah.

"Jadi kalau ada yang bilang, apa pun pendapat kamu tentang saya, itu bukan urusan saya, ini ada benarnya," kata Johnson.

Ia menambahkan, Anda tidak bisa mengendalikan apa yang ingin orang lain katakan tentang Anda. Apa pun komentar yang keluar dari mulut orang lain terhadap Anda, baik atau buruk, tak bisa Anda kontrol. Jadi, untuk apa Anda merasa lemah dan bad mood atas komentar orang yang sebenarnya lebih berkaitan dengan kondisi orang itu bukan diri Anda.

Agar Anda tak merasa lemah atau mood jadi rusak gara-gara komentar orang lain, cobalah untuk lebih menghargai diri sendiri. Cari pengakuan untuk diri sendiri. Kalau Anda secara terus menerus melakukan hal ini, Anda pun memiliki kepribadian yang kuat dan mood Anda tak mudah berubah hanya karena ada orang lain berkomentar buruk tentang Anda.

Biarkan saja orang lain menilai, berkomentar, memuji juga mengkritisi, yang terpenting adalah bagaimana Anda memandang positif diri sendiri atas apa yang Anda lakukan.

Editor : Soegeng Haryadi (Sripo)
Sumber : Kompas.com

Mengetahui Kadar Cinta Si Dia

Keingintahuan merupakan hal yang sangat wajar dalam kehidupan manusia. Keingintahuan dapat terkait dengan banyak hal dan salah satunya mengenai pasangan anda. Berikut beberapa tips untuk mengetahui kadar cinta si dia.

Tanyakan Secara Langsung
Ini merupakan cara yang paling pragmatis dalam mengetahui kadar cinta si dia. Menanyakan secara langsung kepada pasangan mengenai perasaannya terhadap anda merupakan cara yang tegas dalam mengetahui kadar cinta si dia.

Hal ini juga menandakan bahwa kedekatan anda berdua sudah sangat dekat dikarenakan sudah tidak adanya keragu- raguan untuk menanyakan secara langsung.

Melihat dari Aspek-aspek Lain
Manusia bukanlah makhluk yang semata- mata hanya dapat mengekspresikan sesuatu melalui perkataan. Manusia memiliki kemampuan untuk mengekspresikan sesuatu dalam bentuk non verbal seperti bahasa tubuh atau tindakan. Hal ini dapat anda gunakan untuk mengetahui kadar cinta si dia.

Menilai dari Tatapan Matanya
Orang yang tidak memiliki afeksi khusus terhadap orang lain tidak akan repot- repot untuk menatap mata lawan bicaranya dalam waktu yang lama. Hanya orang- orang yang memiliki afeksi yang akan menatap mata lawan bicaranya secara konstan dan konsisten.

Apabila pasangan anda ketika berbicara dengan anda, menatap mata anda dalam- dalam maka dapat dikatakan pasangan anda memiliki afeksi yang besar terhadap anda.

Menilai dari Bahasa Tubuhya
Mengetahui kadar cinta si dia dapat dilihat dari bahasa tubuhnya. Pasangan yang sangat memiliki afeksi terhadap pasangannya akan memasang bahasa tubuh protektif terhadap pasangannya seperti pria yang berjalan di sisi luar ketika sedang berjalan dengan pasangannya.

Pasangan akan sangat responsif melindungi pasangannya apabila dia benar- benar mencintai pasangannya.

Menilai dari Perlakuannya Terhadap Anda
Mengetahui kadar cinta si dia dapat melalui perbuatan pasangan. Perlakuan seseorang kadang bisa lebih mencerminkan perasaannya dibandingkan dengan perkataannya.

Jika pasangan anda memperlakukan anda seperti putri atau memperlakukan anda dengan penuh penghargaan dan apresiasi. Dapat diasumsikan bahwa pasangan anda sungguh- sungguh menyaangi anda.

Menilai dari Prioritas Preferensinya

Menilai kadar cinta pasangan dapat dilihat dari prioritisasi pilihannya. Apabila pasangan anda selalu mendahulukan kepentingan anda dalam hidupnya maka dapat diasumsikan pasangan anda sangat mencintai anda.

Salah satu contohnya seperti pasangan selesai kerja larut malam namun masih tetap menyempatkan diri menelepon anda untuk mengucapkan selamat tidur dan hal- hal manis lainnya.

Menilai dari Upayanya Membahagiakan Anda
Para pria sangat menyukai tantangan dan membahagiakan anda merupakan salah satu bagian tantangannya. Apabila pasangan anda seperti mengubah sifatnya menjadi apa yang anda mau sejak bersama anda maka dapat dikatakan pasangan anda sangat mencintai anda.

Menilai dari Caranya Mencintai Anda
Ketika seseorang mencintai orang lain maka orang tersebut akan berupaya membahagiakan pasangannya dengan cara mereka sendiri.

Hargailah cara- cara unik pasangan anda membahagiakan anda. Bagi seorang pria yang sangat peduli terhadap karirnya maka ketika dia rela meninggalkan rapat penting demi bertemu anda berarti anda sangat berarti baginya.

Menentukan Penilaian
Setelah anda menggunakan ukuran- ukuran yang sudah disebutkan di atas maka sudah saatnya menentukan penilaian mengenai seberapa besar kadar cinta pasangan kepada anda.

Ingatlah bahwa kadar cinta tersebut masih dapat ditingkatkan selama anda tulus dan mau menghargai pasangan anda. (perempuan)

Editor : Soegeng Haryadi (Sripo)

Ada Banyak Cara Melupakan Mantan Pacar



Setiap hubungan percintaan pasti mengalami masa-masa yang sulit untuk bisa saling memahami perbedaan yang ada. Seringnya perbedaan tersebut malah membuat hubungan tersebut menjadi sangat buruk kualitasnya. Tidak jarang hal ini mengakibatkan putus cinta.

Bagi anda yang sudah menjalin hubungan yang serius dengan pasangan anda, melupakannya adalah hal yang tersulit. Namun anda harus berusaha menghapus kenangan tersebut agar anda dapat segera berjalan ke depan.

Ada beberapa cara yang bisa anda lakukan agar anda melupakan mantan pacar anda.

Mendaftarkan diri di komunitas baru
Ada banyak sekali komunitas yang bisa anda ikuti di tempat anda berada, misalnya komunitas hobi, komunitas pengajian dan komunitas lainnya.Dengan bergabung di kegiatan yang baru, niscaya anda akan dapat melupakan si mantan pacar karena anda akan mengikuti banyak sekali kegiatan dan akan berjumpa dengan banyak seklai anggota komunitas.

Menyimpan atau membuang barang-barang pemberian dari mantan pacar
Biasanya, hubungan cinta kasih sering diwujudkan dengan pemberian barang-barang yang disukai oleh masing-masing pasangan. Dengan menyimpan atau membuangnya, anda tidak akan melihat barang tersebut yang mengingatkan diri anda kepada mantan pacar anda.

Menyibukkan diri dalam pekerjaan
Jika anda memiliki pekerjaan, inilah saatnya anda benar-benar harus bekerja sehingga anda tidak memiliki waktu luang untuk mengingat mantan pacar anda. Jika anda disibukkan dengan pekerjaan, anda nyaris tidak punya waktu untuk memikirkan mantan pacar.

Memperbaiki diri anda secara keseluruhan
Penampilan sebaiknya diubah menjadi lebih baik agar anda semakin menarik hati. Kepribadian dan kecerdasan pun juga harus ditingkatkan agar anda selalu memiliki nilai tambah dimata banyak orang.

Mendekatkan diri dengan keluarga Anda
Inilah saatnya anda kembali menghabiskan waktu anda untuk keluarga. Waktu yang biasanya anda habiskan dengan pasangan anda, sekarang bisa anda alokasikan untuk berkumpul dengan keluarga. Hal ini akan memeberikan dampak yang baik dalam berhubungan dengan keluarga anda.

Membuka diri untuk orang lain
Anda sebaiknya mulai membuka diri terhadap orang-orang yang berada disekeliling anda. Berkenalan dengan orang baru bisa membuat anda melupakan kenangan anda tentang mantan pacar anda. Jika anda beruntung, kenalan baru anda bisa menjadi kekasih anda selanjutnya.

Selalu berdoa kepada Tuhan agar diberi kekuatan
Dengan rasa ikhlas yang anda lantunkan dalam doa anda kepada Tuhan, anda pasti dapat melupakan mantan anda.

Tips tersebut diatas adalah hal-hal yang mungkin sangat membantu anda untuk melupakan kenangan indah anda bersama dengan mantan pacar anda. Jika semua hal tersebut diatas dapat anda lakukan dengan baik, anda pasti dapat berjalan ke depan menyongsong masa depan yang lebih cerah dan menemukan pengganti yang lebih baik lagi. (perempuan)

Editor : Soegeng Haryadi (Sripo)

Rabu, 29 Agustus 2012

Gadis Kecil Berpayung Gerimis

MASIH terlihat sisa-sisa asap yang keluar dari tumpukan seng dan genting; debu berterbangan keluar dari tanah hitam pekat yang dikais oleh kerumunan orang. Kayu-kayu kerangka rumah yang habis terbakar berserakan semrawut. Pohon dan rumput-rumput tampak kering kerontang, bahkan ranting-ranting rapuh berjatuhan dari pohon yang telah hangus.

jalan lorong menuju rumah-rumah itu masih berlapis debu. Sisa-sisa unggas yang terpanggang api masih menghiasi setiap sisi jalan. Rangka sepeda, motor, dan becak yang tidak sempat terselamatkan bergeletakan di kiri kanan jalan lorong pemukiman. Tampak beberapa pemilik rumah sambil menangis mengais-ngais tanah mencari sesuatu yang masih bisa dimanfaatkan, seperti uang logam, dan perabot rumah tangga yang terbuat dari besi dan almanium. Air mata mereka seolah menbanjiri tanah-tanah hitam berdebu. Semua rata dengan tanah, tiang-tiang rumah yang hangus seperti tugu-tugu arang yang menjadi saksi keganasan si jago merah semalam. Lalu lalang pengunjung masih masih tampak terlihat memberikan dukungan moril kepada pemilik rumah yang baru tertimpa bencana kebakaran, salah satunya keluarga Siti.

Di usia dua belas tahun, Siti dititipkan bapaknya kepada neneknya. Usia yang sangat muda untuk berpisah dengan berpisah dengan adik dan kedua orangtua. Satu hingga tiga bulan sekali Bapak mengujungi Siti. Saat itu rindu yang sudah menggunung akan terobati. Setiap hati Siti membantu Nenek berjualan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Walaupun nenek tak pernah menyuruh, Siti dengan kesadarannya selalu membatu nenek. Ketika waktu shalat dan mengaji dia akan segera meninggalkan pekerjaannya. Namun, di sela-sela ramainya pembeli, Siti yang pendiam terkadang murung, entah apa yang dipikirkannya. Kesehariannya tak banyak bicara dengan siapapun. Kadang Nenek tak mengerti apa yang dipikirkannya, tapi kalau Siti murung, Nenek beranggapan Siti merindukan Bapak.

"Apa yang sedang kau pikirkan Siti...., Bapak mungkin bulan depan akan kemari, kalau ada keperluan sekolah yang mendesak katakanlah?" tanya Nenek.

Siti kadang merespons dengan diam dan menggelengkan kepala. Begitulah Siti, setiap kali ditanya, tubuhnya yang kurus dan pucat seperti menyimpan sesuatu. Duduk di sekolah menengah pertama kelas tujuh, Siti memang dikenal sebagai anak yang pendiam dan tidak mudah bergaul di sekolah.

Beberapa bulan berlalu ditempat Nenek Siti mulai menunjukkan naluri anak-anak yang butuh hiburan. Diam-diam Siti mulai hoby mendengarkan lagu-lagu pop, kadang sampai hafal, menonton film-film kartun kesukaannya hingga mengoleksi tokoh-tokoh kartun idolanya. Siti seperti mendapat dunia baru. Siti yang dikenal selalu beribadat tepat waktu kalau disamping Bapaknya, kini harus selalu diingatkan Nenek soal waktu shalat dan mengaji.

Pernah ketika Bapak datang menjenguk, dilihatnya Siti bermain tanpa mengenakan jilbab. Langsung saja Siti dibentak lalu dipanggil ke rumah dan langsung diberi "ceramah," termasuk Nenek dan orang-orang di rumah yang tinggal bersama. Bapak memberikan "ceramah" dengan nada tinggi, semua dalil-dalil keluar sebagai dasar penguat ceramah. Seperti itulah Bapak, tiada hari menceritakan surga dan pahala. "Silaturahmi yang diridhai itu ketika bertemu menanyakan seberapa jauh iman kita telah meningkat dan lebih banyak menceritakan tentang agama ketimbang dunia," patuah Bapak.

Dulu Bapak seorang lelaki yang biasa saja, tidak berbeda dengan yang lain. Bekerja sabagai mandor perkebunan sawit membuatnya sebagai sosok yang disegani dan berkecukupan. Perbedaan yang mencolok terjadi ketika dia memperdalam ilmu agama. baginya dunia adalah tipuan. Sejak saat itu porsi mengejar akhirat lebih banyak ketimbang dunia. Siti kecil sering di tinggal berbulan-bulan demi dakwah untuk ummat, sedangkan ibu Siti berjualan sayur untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bapak mendidik Siti dan adik dengan doktrin agama yang kuat. Bahkan di rumah tidak ada televisi dan perabot-perabot rumah tangga yag bertentangan dengan sunnah agama. Ditambah letak rumah yang jauh berada di sebuah perkebunan sawit tanpa penerangan yang memadai. Di sinalah Siti kecil tumbuh melihat dunia, jauh dari hingar bingar kesibukan kota. Masalah ekonomi keluarga tidak pernah diperdebatkan. Ibu pun menerima keadaan dengan ikhlas.

"Orang miskin yang beriman itu seratus tahun lebih dulu masuk surga. Jangan takut jadi orang miskin."Kalimat ini selalu diucapkan Bapak agar keluarga menerima keadaan. Sebenarnya Nenek takut kesalahan dalam mendidik Siti. Naluri kekanak-kanakan jauh lebih besar daripada doktrin-doktrin agama yang diberikan. Setelah lama di tempat Nenek, Siti tak pernah lagi terlihat murung walau Bapak berbulan-bulan tidak mengunjunginya. Dia tumbuh menjadi anak yang periang, banyak teman, dan tubuhnya mulai berisi dan terawat. Nenek begitu menyayanginya. Siti bahkan telah menyatu dengan dilingkungan tempat tinggal Nenek bersama anak-anak sebaya yang lain.

* * * * * * * * * * * * * * *



Malam terjadi kebakaran. pagi-pagi sekali Bapak datang melihat keadaan Siti dan berniat mengajaknya pulang, karena tempat tinggal Nenek sudah tidak layak unntuk ditinggali. Namun, Siti tegas menolak dengan alasan masih ingin bersama Nenek untuk membantu membersihkan sisa perabot yang masih terselamatkan, apalagi ujian sekolah sudah dekat. Bapak menerima alasan itu. Akan tetapi, setelah ujian Bapak berjanji akan memboyong Siti pulang dengan alasan tidak membebani Nenek karena masih tertimpa bencana kebakaran. Apalagi warung yang satu-satunya penopang hidup Nenek juga ludes di makan api. Bapak pergi lagi melanjutkan dakwah dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu kota ke kota lain.

* * * * * * * * * * * * * * *



Hujan belum reda sejak pagi hingga sore. Gemercik air membasahi tanah pemukiman. Sebuah rumah seadanya dari dinding seng dan atap terpal plastik ukuran 3m x 3m yang didirikan di atas tanah rumah yanng sudah beberapa minggu terbakar. Tampak orang berkerumun mengelilingi rumah gubuk itu. Mereka tak menghiraukan air yang membasahi tubuh. Ternyata, Nenek menangis meratapi Siti yang tak sadarkan diri. Tubuh mungil Siti pucat tak berdaya,, tergeletak di atas tikar. Terlihat tabib sedang mengusap-usap muka Siti, tapi hasilnya nihil dan tak kunjung sadar. Kecemasan dan kepanikan semakin mendera Nenek dan orang-orang yang mengelilingi tubuh Siti.

Usai shalat Subuh, Siti mengeluh pusing dan sakit di dadanya. Nenek menyuruhnya tidur agar sakitnya berkurang. Sejak saat itu Siti tak sadarkan diri. Sesekali kadang matanya memancarkan api dan menatap kosong. Tangannya menggenggam seperti menahan rasa sakit.

"Bapaknya sudah dihubungi belum?" tanya seseorang

"Sudah sejak tadi pagi dihubungi, tetapi belum datang juga. Katanya masih berdakwah," jawab seseorang mondar-mandir sambil memegang telpon genggam.

Tak lama kemudian seseorang datang bersama dokter muda. Dokter muda itu dengan sigap. "Sesegera mungkin anak ini harus dibawa ke rumah sakit dan ditangani secara medis. Kondisi tubuhnya sangat lemah, nafasnya sudah tersengal-sengal jadi perlu oksigen dan infus secepatnya agar kondisinya tubuhnya membaik." saran dokter.

Hingga adzan maghrib bergema, tiba-tiba seseorang menerobos kerumunan dan langsug memeluk Siti erat dan menciumnya sambil menangis.

"Istighfar Siti, Allahu akbar..... Allahu akbar... Allahu akbar.... Laailahailallah...."

"Ucapkan Siti"

Siti tetap tak bergeming tubuhnya lunglai, pucat, dan dingin serta bibirnya membiru. "Kumohon yaa Allah, hadiahkanlah pahala dakwahku selama ini kepada gadis kecilku. Semoga anakku menjadi penghuni surga, amin." (*)

Cerpen Suharno.
Sumatera Ekspres, Minggu, 22 Mei 2011.