Ini Cara yang Tepat Menyatakan Cinta

Tidak banyak perempuan yang berani untuk mengungkapkan perasaannya dan malah memilih untuk memendamnya entah sampai kapan. Sebenarnya, menyatakan cinta itu sah-sah saja selama anda menggunakan cara yang sopan dan tidak berlebihan.

Mengetahui Kadar Cinta Si Dia

Keingintahuan merupakan hal yang sangat wajar dalam kehidupan manusia. Keingintahuan dapat terkait dengan banyak hal dan salah satunya mengenai pasangan anda. Berikut beberapa tips untuk mengetahui kadar cinta si dia

Ada Banyak Cara Melupakan Mantan Pacar

Setiap hubungan percintaan pasti mengalami masa-masa yang sulit untuk bisa saling memahami perbedaan yang ada. Seringnya perbedaan tersebut malah membuat hubungan tersebut menjadi sangat buruk kualitasnya. Tidak jarang hal ini mengakibatkan putus cinta

Lewat Surat Cinta Bisa Lebih Ungkapkan Romantisme

E-mail, SMS, sampai instant messenger memang sangat mempermudah komunikasi kita dengan orang lain. Namun, ketika sedang menjalin kasih Anda pasti tak ingin menerima ucapan cinta melalui pesan singkat saja. Untuk mengatasi kebosanan dan membuat hubungan semakin romantis, tak ada salahnya untuk kembali menggunakan cara tradisional, yaitu surat cinta. Meski terbilang jadul, melalui surat cinta Anda bisa lebih puas mengungkapkan perasaan dengan kalimat yang lebih romantis. Apalagi jika surat itu Anda selipkan ke tangannya dilengkapi setangkai mawar merah.

Pada Bulan Merah Akankah Kau Pulang

Sampai penantian itu berbilang tahun --20 tahun hingga kini-- bagai kumbanng putus tali. Hilanng tanpa kendali. Andaikata pula ia tersesat, mestinya aku tahu di mana rimbanya. Kalaupun ia wafat, aku berharap tahu pula di mana tempat kuberziarah.

Doa Sebutir Peluru

Engkau teerdiam, bersarang di dalam leher seseorang setelah sebelumnya menerjang, berteriak garang. Engkau masih terdiam ketika leher yang kau lubangi itu mengucurkan darah merah, memulas tanah, mengguris hitam pada sejarah. Kemudian perlahan engkau meringis, mulai menangis, memaki segala macam tragedi sementara tubuhmu tak dapat bergerak, tetap berdiam di tubuh manusia malang itu.

Minggu, 30 September 2012

Pada Bulan Merah, Akankah Kau Pulang?



Cerpen: Fakhrunnas M. A. Jabbar

Pelataran kecil di tepi laut itu kian rapuh dan ringkih. Ombak kecil masih berlarian. Saling mendahului dan berpacu. Teritip bertumbuh di tiap-tiap tiang kayu. Saling berhimpitan. Bak ukiran yang terpahat sendiri. Lengkung-lengkung berwarna hitam dan abu-abu di tiang-tiang itu membentuk mosaik yang begitu elok.

Di sela-sela mosaik itu selalu kulihat kilau kenangan bermunculan. Sekelebat wajah Zaini menyembul dengan senyum terkulum. Lelaki gagah dan berwibawa itu tak mudah lenyap dari pikiran dan perasaanku. Aku tiba-tiba jadi bergairah dan asyik-maksyuk tenggelam ke masa-masa silam itu. Cahaya lampu-lampu kapal di kawasan Pelabuhan Sri Bintan Pura bagai mengepung kesunyian. Memang, aku kian suka bersunyi-sunyi belakangan ini.

Meski boleh jadi aku datang bersendiri atau ditemani Zami, anakku satu-satunya --berusia sepuluh tahun-- buah pernikahanku dengan almarhum Usman. Seketika kutatap langit terbentang kala senja baru berlalu, warnanya kemerah-merahan. Biasanya, sebentar lagi bulan merah akan menggelantung di langit tinggi Tanjung Pinang. Sejak dulu, tak kutahu pasti kenapa bulan itu bisa berubah jadi merah saga.

Suasana begutlah pernah kulewati bersama Zaini. Lelaki berkulit agak gelap dengan kumis lebat yang pernah berikrar akan memperistri diriku. Aku selalu berbisik bangga pada lelaki itu bahwa dirinya adalah jelmmaan wira Melayu, Hang Jebat. Meski kemudian kutahu semangat kelelakiannya begitu jauh dari sosok sang wira.

"Pada bulan merah, aku pasti pulang!" hanya kalimat itu juga yang selalu terngiang di gendang telingaku. Kalimat itu juga yang diucapkan Zaini saat meninggalkan tanah Kawal yang merah terakhir kali.Butiran-butiran bauksit yang memerah ikut bersaksi malam itu. Zaini di usia belia --masa itu-- harus meninggalkanku. Ia hendak menimba ilmu di negeri Jiran Tanah Semenanjung Malaysia yang letaknya hanya berseberangan pulau saja.

Sampai penantian itu berbilang tahun --20 tahun hingga kini-- bagai kumbanng putus tali. Hilanng tanpa kendali. Andaikata pula ia tersesat, mestinya aku tahu di mana rimbanya. Kalaupun ia wafat, aku berharap tahu pula di mana tempat kuberziarah.

Amboi, Zaini begitu melekat dijiwaku. Padahal, selama dua puluh tahun itu, irama hidupku silih berganti. Aku sempat pula menikah dengan Usman atas paksaan Ayah dan Emak. Bahkan, hubungan pernikahan itu telah membuahkan Zamzami --orang-orang yang memanggilnya Zami--. Perkawinanku dengan Usman ditakdirkan tak berkekalan. Di usia Zami genap lima tahun, Usman mengalami kecelakaan feri. Ia tenggelam bersama puluhan penumpang lain di perairan antara Batam dan Bintan.

Meski hubungan cinta-kasihku dengan Zaini ditentang Ayah dan Emak --keduanya sudah almarhum dan almarhumah-- tapi kebengalan kami tetap saja tak mengapikkan kemarahan orang tua masing-masing. Kian hari, rasa cinta kami menghujam di lubuk hati yang terdalam. Sampai-sampai Zaini selalu mendendangkan pantun Melayu yang hingga kini tak akan pernah kulupa:

"Buah kelemak buah bidara
Sayang selasih diluruhkan
Buanglah emak buanglah saudara
Bila kekasih hati diturutkan


Biasanya bila Zaini sudah berpantun begitu, kami pasti tertawa bersama. Serasa diri kami bagaikan sepasang burung merpati yang sedang diamuk asmara. Sikap keras hati kami pula yang menyebabkan kisah cinta kami jadi buah mulut orang sekampung termasuk di sekolah kami.

Banyak hal yang membuat percintaan kami berkekalan di masa itu. Kami sama-sama menyukai sejarah. Titisan darah Melayu yang mengalir dalam nadi-nadi kami benar-benar menjadikan kami bagaikan Sultan dan Tuan Puteri yang bertahta di singgasana istana. Konon, diriku ini masih berkaitkelindan dan hubungan darah dengan pujangga Raja Ali Haji yang menghasilkan mahakarya Gurindam 12.

"Pada bulan merah, aku pasti pulang!" kalimat ringkas Zaini itu selalu berulang-ulang merajut kesunyian diriku. Bila aku sudah larut dalam lamunan yang ditingkahi debur ombak keputihan, tak kusadari aku bisa menghabiskan waktu setengah malam. Angin laut yang dingin tak mempan mengejutkan lamunanku.

"Mak, kenapa Emak suka bersunyi-sunyi di pelantar ini?" ucap Zami membuyarkan lamunanku. Aku tersentak. Amat gugup menatap mata Zami yang penuh ingin tahu.

"Apakah Emak teringat ayah?" selidik Zami dalam bahasa tanpa basa-basi.

Aku jadii teringat cara bertutur Zaini. Aku hanya bisa berdiam diri. Lamban. Tak bermaya.

Meski sebenarnya aku hendak berterus terang kepada Zami bahwa kerinduanku hanya semata kepada Zaini, lelaki yang tak pernah dikenalinya. Aku tak mungkin berterus terang pada Zami. Apa katanya bila sesungguhnya akumembayangkan seorang lelaki lain yang buukan ayah kandungnya. Tapi aku tak mungkin mengelabui hati dan perasaanku. Cinta-kasihku pada Zaini terpatri begitu dalam. Tak mungkin kulupa barang sekejap pun.

Ihwal Zaini sebenarnya bukannya tak pernah terbesut dari cerita-cerita orang sekampung yang juga merantau di Negeri Jiran itu. Tapi tak satu pun kisah-kisah itu yang bisa meyakinkan diriku. Seperti pernah dituturkan Wan Suib, sahabat karib Zaini setelah lima tahun kepergiannya.

Konon, Zaini yang menyeberang menuju Johor dengan menggunakan pompong yang mengangkut orang-orang Riau Kepulauan --masa itu-- sebagai TKI gelap, sempat disergap Polis Laut Diraja Malaysia.

Zaini bersama belasan orang yang tak begitu dikenalnya dijebloskan ke lokap. Sudah jamak jadi pembicaraan, barang siapa yang sempat masuk ke lokap itu pastilah mendapat perlakuan tak pantas.

Seperti yang dialami beberapa orang sekampung kami. Hasyim, Galib, dan Rajak yanng sempat disiksa selama ditahan di Negeri Jiran. Tahu-tahu waktu pulang terdampar di salah satu pantai Bintan yang tersuruk di ceruk-ceruk bakau. Keadaan ketiganya begitu memprihatinkan. Selain kondisi tubuh mereka yang jeging dan kumal juga senu atau hampir gila dan lupa ingatan. Memang tersebar luas di kampung itu, "pendatang haram" di Negeri Jiran biasanya diperlakukan tak manusiawi. Bahkan sampai-sampai disuntik "anjing gila."

Entah angin apa yang bertiup, Wan Suib, karib Zaini yang dulu menjadi tali-baut hubunganku dengan Zaini, bersama istrinya Zuleha, selepas Maghrib datang ke rumah. Aku terperanjat karena sudah lama sekali Suib tak bertandang.

"Ihwal apa yang awak bawa, Suib?" sambutku.

"Aku dapat kabar. Tapi boleh jadi ini kabar baik sekaligus kabar buruk," katanya. Wan Suib terbata-bata. Bagai menahan beban berat untuk berucap.

"Ihwal Zainikah?" desakku tak sabar.

Wan Suib mengangguk. Tak sabar aku mencecar dirinya. Tanganku seccara tiba-tiba mengguncang tubuh Suib. Aku betul-betul tak peduli pada Zuleha yang mendampinginya.

"Apakah Zaini sudah pulang? Di mana dia sekarang?" tanyaku tak habis-habisnya.

"Dengar dulu, Wan," sahut Wan Suib yang sejak dulu memanggil namaku Wan Zuraida. Wan Suib pun bercerita panjang lebar. Dirinya mengabarkan kepulangan Zaini beberapa hari lalu. Tapi kondisi Zaini begitu jauh berbeda. Ia pulang sudah jadi orang gila. Rambutnya kusut-masai. Ia benar-benar lupa ingatan. Tak seorang pun yang dikenalinya lagi. Benarlah kata orang bila sudah masuk lokap di Negeri Jiran itu, sudah bisa dipastikan tak akan selamat lagi.

"Sudahlah, Wan. Berdoa dan bersabar saja bagi kesembuhan Zaini," hanya kalimat itu yang bisa diucapkan orang-orang sekampung sekedar bersimpati pada diriku. Benarlah firasat burukku dulu bahwa kepergian Zaini ke negeri jiran hanya menjemput kenestapaan. Konon, kuperoleh cerita yang terpisah-pisah, Zaini tak sempat bersekolah apalagi bekerja karena ditangkap pihak polisi.

Meski hanya beberapa bulan di lokap tapi saat dirinya dilepas, kondisinya sudah senu. Hidupnya luntang-lantung di kawasan kebun sawit di Johor. Bahkan pernah pula ia terlantar di terminal bus Kuala Lumpur. Tak ada yang peduli. Hidupnya pun jadi orang usiran tanpa ada yang berbelas-hati. Tak banyak yang tahu bagaimana nasibnya selama belasan tahun lebih di rantau orang.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



Hari-hariku masih selalu berharap agar Zaini kembali hidupseperti sediakala. Meski dokter jiwa memperkirakan penyakit gila Zaini sudah sangat kronis. Sulit disembuhkan. Tapi aku tak pernah menyerah. Meski kedengarannyaaku seolah-olah ikut jadi gila. Kucoba membawa Zaini ke pelantar kecil di tepi pantai yang pennuh kenangan itu. Kebetulan bulan merah bertahta persis di atas Pulau Penyengat. Kukisahkan sesukaku pada Zaini bagaimana bulan merah itu selalu jadi saksi percintaan kami. Aku bercerita lepas begitu saja bagai orang gila.

"Zaini, pada bulan merah ini, kau pulang. Masih ingatkah kau ucapkan janji itu?" ucapku tanpa berharap Zaini menyahut. Tapi selalu ada harapan dalam hatiku. Bolamata Zaini tampak menatap lama ke bulan merah itu. Meski tak kutahu apa maknanya. Zaini terbatuk beberapa kali. Ajaib. Kurasakan bolamatanya basah. Air matanya mengalir hangat yang hinggap di jemariku.

"Zaini....!! kupanggil namanya kuat-kuat. Berteriak sesukaku. Meski Zaini tetap bergeming. Terus saja kuberteriak. Berharap lelaki itu tersadar dan merajut kembali sisa kenangan yang lama berlalu.

Zainiiiiiiiiiiiiiiiiiiii!" (*)

Citra Budaya
Sumatera Ekspres,Minggu, 30 September 2012

Minggu, 23 September 2012

Diam

Cerpen : Iin Yakub

Diam, aku amat menyukainya. Kata orang diam itu emas, tapi bagiku diamk kekal. Aku tak terbiasa bicara. Selallu saja menyimpan semuanya baik-baik disini, dirongga dadaku. Aku tak terbiasa menulis. Selalu saja mendokumentasikan semuanya baik-baik disini, dirongga dadaku. Kutulis dengan mata venaku yang tajam. Lalu aksara-aksara itu kubiarkan mencair dan leleh berpendar di semua sudut jiwaku.

Saat bapakku meninggal karena kecelakaan di pabrik tempatnya bekerja, aku diaam. Orang-orang mengellus kepalaku dan berkata, "Jangan menangis Bujang." Aku diam. Aku pun tak menangis saat bapak dengan tubuh kaku bersimbah darah diantarkan orang ke rumah kami yang sempit, lalu dimandikan, dibungkus dengan kain kafan harum. Aku tak menangis meskipun jenazahnya mulai ditimbun perlahan dengan gundukan tanah. Aku tak menangis. Aku diam. Menyimpan semua semuanya baik-baik di sini, dirongga dadaku. Bagiku bapak tidak pernah mati. Dia diam bersamaku. Di sini dirongga jiwaku.

Bagiku diam adalah kekekalan untuk melawan semuanya. Melawan luapan kegembiraan agar tak meluber, melawan duka yang dapat mematikan akal, melawan tatapan sinis mereka yang terganggu dengan diamku, juga melawan kemarahan saat air mata emakku tumpah karena kaleng beras di dapur kamii kosong. Aku diam karena kaleng beras itu sudah terllalu sering kosong, di bulan puasa atau bulan-bulan tanpa puasa.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



Empat tahun setelah kematian bapak, aku tak bisa lagi membiarkan semuanya. Tak bisa lagi hanya mengangguk menuruti keinginan emak untuk terus diam di bangku sekolah yang kian tua dan gedungnya semakin reot. Aku benci berdiam di sana dan membiarkan jemari emakku semakin keriput terendam air sabun cucian sepanjang hari. Bagiku diam adalah perlawanan, termasuk melawan nasib yang menggerogoti kehidupan kami. Aku nekad bekerja apa saja. Jadi kuli panggul di pasar, tukang banngunan, bahkan pembersih sampah pasar. Aku tak bisa membiarkan tannganku diam menyaksikan kesulitan emak. Cukuplah lidahku saja yang memilih diam. Setelah dua tahun bekerja serabutan, aku akhirnnya memutuskan untuk menuis sebuah surat lamaran pekerjaan.

"Kita tidakk akan pernah kaya dengan uang, Bujang. Kau bersabarlah sebentar lagi sekolahmu selesai. Kalau kau punya cukup ilmu, kau akan bekerja dengan otakmu bukan dengan tanganmu yang ceking itu."

Aku diam. Memasukkan surat lamaran dan fotocopy ijazah lusuh dalam amplop coklat ukuran besar.

"Kalau saja bapak kau masih hidup, mungkin kita tidak akan semelarat ini, Bujang." Emakku menerawang lagi, mengingat bapak yang berperang melawan cacing-cacing di kuburnya. Aku diam membuang tatap ke jendela. "Kalau saja, pabrik itu bersedia bertanggung jawab dan memberikan dana konpensasi ats kecelakaan bapak kau itu, Bujang, mungkin kau punya biaya sekolah yang lebih baik."

Aku diam. Benci mendengar emak meratapi masa lalu. "Kau jangan ikut-ikutan bapak bekerja di pabrik, Bujang. Emak tak mau melihat kau merasakan susah yang sama seperti bapak kau dulu."

Aku diam. Tertunduk meremas map coklat berisi surat lamaran kerja karena ke pabrik itulah aku akan melagkah. Bagiku diam adalah penolakan terhadap larangan-larangan emak agar aku tak harus menjadi Malin Kundang yang terkutuk melawan nasihat emaknya. Bagiku diam adalah permohonan maafku atas pembangkangannku pada emak yang tak dapat membaca.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



"Anak Pak Saipul kah kau ini?" Kepala pabrik membaca sekilas surat lamaran pekerjaanku. Menggeleng-gelengkan kepala melihat ijazahku yang hanya bertuliskan nama sebuah SMP negeri. Aku menganggukkan kepala saat dia menyebut nama bapakku dengan kesalahan penyebutan huruf f.

"Aiii.. mau kerja di sini pula kau, Bujang?"

ku mengangguk

"Sayang, bapak kau yang bodoh tu tak cakap menggunakan mesin pemotong. Sudah kusuruh mandor mengajarnya baik-baik, tapi kepalanya yang bebal tu ternyata tak cepat tanggap dengan teknologi. Jadilah teknologi tu yang makan die.

Aku diam. Menatap mata sipitnya tajam-tajam. Bagiku diam adalah perlawanan, termasuk perlawanan atas penghinaan trhadap almarhum bapakku.

"Kau mau kerja di sini juga, Bujang?" Ia terkekeh. Menatapku dari ujung kepala seolah hendak membaca tingkat kecerdasanku dengan otak culasnya, "Aiii... mesin pemotong tu memanglah dapat bekerja sendiri , tak perlu kau ajak bercakap, Bujang. api kau mestilah tanggap dengan semua yang harus dilakukan terhadap mesin tu. Pencet tombol ini, pencet tombol itu, matikan ini, matikan itu. Kau harus belajar mengoperasikan mesin berteknologi macam tu?"

Dia menataapku ingin tahu. Dibumbui rasa meremehkan yang kental. Namun, aku diam. Tak mengangguk, tak pula menggeleng.

"Hei, Bujang. Kalau kau mati karena mesin pemotong tu, alangkah tak eloknya cerita keluarga kau nanti. Bapak--anak mati karena menjalankan mesin pemotong . Alangkah tak eloknya kalau orang tahu bahwa orang macam kau dan bapak kau itu terkutuk oleh oleh mesin berteknologi. Ditambah lagi, kalian bisu pula. Nanti orang-orang pikir, orang bisu bodooh dan tak cakap mengoperasikan mesin."

Aku diam, mengisap semua oksigen di ruangan itu. Melawan otakku yang mendidih. Tanganku meraba sebuah badik yang selalu terselip di pinggangku. Bagiku diam adalah sebuah penghormatan. Penghormatan untuk bapakku yang bisu. Bagiku diam adalah sebuah pemahaman. Memahami semua kata yang hendak bapak ucapkan padaku sejak masa kanak-kanakku. Bagi diam adalah pengertian. Mengerti bapak yang hanya menyampaikan semangat dan kasih sayangnnya hanya lewat mata, senyuman, dan telapak tangannya. Bagiku diam adalah bapakku. Adalah jiwaku.

"Aku tidak bisu, Bodoh!!!"

Sebuah belati bersarang tepat di ulu hati lelaki tambun yang mengejek romantisme diam di antara aku dan bapak. Lelaki itu melotot menatap mataku. Entah terkejut untuk rasa sakit mahadahsyat yang menggerogoti tubuhnya atau mendengar suaraku yang mendesis tajam.

Setelah itu, diam bagiku adalah pengakuan. (*)

Citra Budaya
Sumatera Ekspres, Minggu, 23 September 2012

Rabu, 12 September 2012

Pusing Bedakan Empat Anak Kembar, Ibu Cukur Rambut Anak-anaknya


Para guru dan teman-teman anak kembar empat ini sekarang bisa dengan mudah membedakan mereka.

GUANGDONG - Salah satu kesulitan memiliki anak kembar adalah terlalu miripnya wajah mereka sehingga terkadang sulit membedakannya.

Nah, seorang ibu di kota Guangdong, China bernama Tan Chaoyun memiliki empat anak kembar laki-laki. Dan dia sangat sulit membedakan keempat anaknya itu.

"Anak-anak saya sangat mirip satu dan lainnya, bahkan untuk saya," kata Tan yang mengatakan satu-satunya perbedaan keempat anaknya itu hanyalah bentuk alis mereka.

"Saya hanya bisa membedakan mereka dengan memberikan semacam kalung di pergelangan kaki mereka sebelum mereka berusia 18 bulan," kenang Tan.

"Bahkan sekarang saja ayah mereka kerap keliru saat memanggil," tambah Tan sambil terkekeh.

Dan kini Tan memiliki cara termudah untuk memberi pembeda yang jelas bagi anak-anak mereka.

Cara yang digunakan Tan sangat unik dan sangat membantu kawan-kawan dan guru sekolah keempat anak-anaknya itu.

Caranya, Tan mencukur kepala masing-masing anaknya hingga nyaris pelontos dan hanya menyisakan sedikit rambut di kepala mereka.

Sisa rambut itu kemudian dibentuk menjadi nomor satu hingga empat. Dan kini keempat anak kembar itupun bisa dengan mudah dibedakan bahkan dari jarak yang cukup jauh.

Editor : Soegeng Haryadi
Sumber : Kompas.com
Sriwijaya Post - Sabtu, 8 September 2012

Sekilas Angina Alias Angin Duduk


Ilustrasi: Penyakit angina sangat berhubungan dengan jantung, biasanya angina ditandai dengan timbulnya rasa sakit pada dada sebelah kiri.

Penyakit angina atau biasa disebut angin duduk merupakan salah satu penyakit yang bisa mengakibatkan kematian dan penderita dapat meninggal tiba-tiba.

Bisa saja seseorang tiba-tiba meniggal pada saat duduk santai. Penyakit angina sangat berhubungan dengan jantung, biasanya angina ditandai dengan timbulnya rasa sakit pada dada sebelah kiri.

Jika jantung kekurangan oksigen maka hal ini akan menimbulkan rasa nyeri, maka dari itu muncul gejala dada kiri terasa nyeri. Rasa nyeri di dada ini akan terasa seperti ditekan dan dapat berlangsung selama lima menit sampai tiga puluh menit, dan bisa menjalar sampai ke bahu dan lengan kiri.

Jadi pada dasarnya penyakit angina adalah penyakit jantung iskemik, yang terjadi karena pasokan oksigen dan aliran darah ke jantung berkurang.

Rasa nyeri akibat kekurangan oksigen pada penyakit angina ini dapat terjadi karena dua sebab. Pertama, terdapat penyumbatan pembuluh darah di daerah sekitar jantung yang membawa oksigen.Akibat dari penyempitan ini suplai oksigen menjadi berkurang dari yang seharusnya dibutuhkan oleh jantung.

Kedua yaitu adanya aktivitas berat yang menyebabkan terjadinya lonjakan oksigen yang berlebihan daripada biasanya. Beberapa aktivitas yang menyebabkan lonjakan kebutuhan oksigen adalah olahraga, mendaki gunung, bekerja keras, atau dikala mengalami stres.

Gejala
Gejala yang biasa ditemui dari penyakit angina ini adalah : Rasa nyeri pada dada sebelah kiri serasa ditekan, nafas tersengal-sengal dan kelelahan serta perasaan lunglai.

Hal ini terjadi karena ada penyumbatan koroner yang mengakibatkan jantung kurang mendapatkan cukup oksigen. Jika anda sering mengalami hal tersebut maka sebaiknya anda berkonsultasi dengan dokter agar penyakit jantung yang akan terjadi selanjutnya dapat dihindari.

Pencegahan
Jagalah tekanan darah anda, karena tekanan darah yang cukup tinggi dapat memicu kebutuhan oksigen meningkat dengan tajam.

Jagalah tingkat kadar gula anda yang tinggi dapat menghambat proses aliran oksigen ke jantung.

Jagalah tingkat kolesterol dalam darah anda, karena plak kolesterol yang terdapat dalam darah menjadi penyumbat yang sering terjadi bagi proses aliran oksigen ke jantung.

Sebelum anda terindikasi terkena penyakit angina ada baiknya anda selalu memeriksakan tingkat kolesterol dalam darah, kadar gula dalam darah, dan tekanan darah. Agar resiko terkena penyakit angina dapat dindari sedini mungkin.

Pengobatan
Apabila anda sudah merasakan gejala rasa nyeri pada dada sebelah kiri, maka sebaiknya anda melakukan pemeriksaan ke dokter dan melakukan pola hidup sehat. Jika anda membiarkannya berlarut-larut maka tidak menutup kemungkinan bahwa anda bisa terkena serangan jantung.

Hentikan kebiasaan merokok, berolahraga dengan teratur dan jangan melakukan olahraga yang terlalu berat, hindari makanan yang mengandung kolesterol tinggi, hindari kondisi stress.

Penyakit angina merupakan tanda bahwa ada yang tidak beres dengan jantung anda, maka lakukanlah perubahan pola hidup dari sekarang sebelum penyakit jantung menyerang dan dapat berujung pada kematian. (perempuan)

Editor : Soegeng Haryadi
Sriwijaya Post - Senin, 10 September 2012 11:17 WIB

Memilih Waktu yang Tepat untuk Menikah

Menikah tentu waktu yang sangat anda impikan. Setiap orang yang telah menemukan pasangan ingin menikah. Menentukan waktu untuk menikah tidaklah mudah. Banyak hal yang harus anda ketahui dan cermati ketika anda merencakan pernikahan. Semuanya harus dipikirkan dengan matang agar apa yang anda inginkan bisa didapatkan.

Lalu bagaimana cara tepat memilih waktu menikah? Banyak hal yang harus anda pertimbangkan sebelum memilih tanggal yang tepat. Berikut ini beberapa tips tepat memilih waktu nikah yang tepat bagi anda.

Dalam semua agama, semua hari adalah hari baik dan semua tanggal adalah tanggal baik pula. Maka tepat memilih waktu nikah adalah ketika anda bisa memilih tanggal yang baik agar semua anggota keluarga bisa hadir dan memberikan doa restu kepada anda.

Anda bisa memilih waktu libur sekolah anak-anak atau waktu yang lainnya. Pastikan keluarga dari luar kota atau luar pulau juga bisa mengambil libur pada hari pernikahan anda.

Sebaiknya anda memilih hari minggu sebagai hari pernikahan anda. Pada hari minggu, sebagian besar orang akan libur dari pekerjaan serta dapat menghadiri pernikahan anda. Hari minggu menjadi salah satu tips tepat memilih waktu nikah yang baik.

Jika anda menyukai tanggal atau angka tertentu, anda bisa menggunakan tanggal cantik serta bulan cantik. Ini tidak wajib, hanya saja anda akan lebih mudah mengingat hari istimewa anda serta orang lainpun akan selalu mengingat pernikahan anda.

Pilihlah hari pernikahan yang tidak terlalu tergesa-gesa agar anda bisa mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Anda harus memastikan tempat dan semua komponen dalam pernikahan pada tanggal itu tersedia.

Memilih bulan yang baik seperti pertengahan tahun akan lebih baik karena hujan tidak akan sering terjadi. Ketika hujan anda akan kerepotan dengan segala hal. Oleh karena itu, memilih musim kemarau adalah tips tepat memilih waktu nikah.

Anda bebas menentukan waktu pernikahan anda, yang terpenting adalah mempersiapka segala sesuatu dengan maksimal agar hasilnya sesuai dengan apa yang kita harapkan. (perempuan)

Editor : Soegeng Haryadi
Sriwijaya Post - Rabu, 12 September 2012 13:17 WIB

Jika Profesi Jadi Pertimbangan Cari Jodoh


Ilustrasi: Dari survei muncul fakta bahwa ada lima bidang karier yang berpengaruh buruk pada kehidupan percintaan. Di antaranya: Media (jurnalis), Bisnis (pemilik usaha), Pelayanan Kesehatan, Real Estate dan Hukum.

Karier tak hanya berdampak pada status dan finansial, namun juga hubungan percintaan. Survei terbaru situs kencan online, eHarmony, menunjukkan bagaimana profesi dan pekerjaan Anda bisa membuat jauh dari jodoh, namun juga bisa membantu Anda menemukan pasangan yang tepat.

Sebagai catatan, tahun lalu, situs ini mengadakan survei bertajuk "Best And Worst Careers for Love". Dari survei ini muncul fakta bahwa ada lima bidang karier yang berpengaruh buruk pada kehidupan percintaan. Di antaranya: Media (jurnalis), Bisnis (pemilik usaha), Pelayanan Kesehatan, Real Estate dan Hukum. Mereka yang berkarier di bidang ini punya jam kerja yang panjang, sehingga sebagian orang kesulitan menjalin hubungan demi mendapatkan pasangan.

Meski begitu, bukan berarti kalangan sibuk ini tak bisa menemukan jodoh yang tepat. Survei terkini dari situs kencan online yang sama membuktikan, ada sejumlah pertimbangan dari kalangan profesional dalam mencari jodoh. Dalam mencari jodoh, biasanya kalangan profesional mempertimbangkan waktu bekerja.

Sebagian profesional sengaja mencari pasangan dari bidang karier dengan tingkat kesibukan setara. Dengan begitu, masing-masing pihak dapat memahami kesibukan pekerjaan dan karier, sehingga hubungan tak terganggu walau jarang bertemu atau tak leluasa meluangkan waktu bersama.

Survei ini menunjukkan, ternyata dokter menjalin komunikasi lebih sering dengan bankir. Hal ini terjadi karena para profesional yang sibuk ini mempertimbangkan waktu bekerja yang panjang, dampaknya terhadap hubungan. Lantaran sama-sama sibuk, keduanya pun merasa nyaman dalam membangun hubungan, karena masing-masing saling memahami kondisi pekerjaan. Alih-alih menuntut waktu bersama pasangan, keduanya akan memahami satu sama lain bahwa masing-masing menjalani profesi dengan jadwal ketat dan padat.

Meski begitu, sebagian profesional dengan jadwal kerja padat lebih memilih mencari pasangan yang bekerja dengan jadwal fleksibel. Misalnya, bankir dan analis berpasangan dengan guru.

Guru memiliki waktu bekerja yang lebih fleksibel dibandingkan bankir. Dengan waktu bekerja yang berbeda ini, pasangan guru dan bankir merasa lebih bisa saling melengkapi. Salah satu pihak, entah suami atau istri, punya waktu lebih luang untuk mendampingi anak-anak. Pertimbangan utama pasangan tipe ini di antaranya adalah meluangkan waktu lebih banyak untuk kepentingan keluarga.

Editor : Soegeng Haryadi
Sumber : Kompas.com
Sriwijaya Post - Selasa, 11 September 2012 10:50 WIB

Minggu, 09 September 2012

Bom Air Mata

Cerpen: Imam Safri Lukman

Hiro terdiam mendapati gerbang sekolahnya hancur. Asap putih dan debu-debu membaur dalam kepanikan. beberapa teman sekolahnya menagis, memegang kepala yang bocor, menjerit menahan perih kaki patah, bahkan meninggal.

Hiro masih mematung. Tak dapat bergerak. Hanya seragam putih-merah dan dasinya yang diayunkan angin. Ketakutan telah menyihirnya sedemikian rupa. Hingga suara sirine ambulance dan ban mobil patroli polisi yan berdecit membuyarkan kengerian Hiro. Seorang berpakaian medis menggendong bocah itu, membawa Hiro menjauh, memberi jalan pada puluhan orang berpakaian tebal serba hitam dengan tulisan besar di punggung mereka; "GEGANA"

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



"Bunda, Yuk Nika belum bangun?" Hiro masuk ruang pasien dengan terburu-buru. Melepaskan tas sekolah dan langsung menghampiri bundanya.

"Bun." Mata Nika kerjap dua kali. Lemah sekali, tapi cukup mengulas senyum Hiro dan bunda.

"Adikmu ini hampir setiap menit bertanya, kapan kamu bangun." Akhirnya bunda bisa tersenyum, memandang dua buah hatinya secara bergantian.

"Bunda, kenapa kakkiku?" Nika sesegukkan, jika saja tubuhnya tidak selemah sekarang, suara tangisnya akan jauh lebih menggema. Tapi isak mungil tersebut ternyata menyayat hati bunda dibandingkan ketika dulu Nika meraung saat boneka barbienya dirusak Hiro.

Tak ada penjelasan bunda tentang pertanyaan buah hatinya. Semua kata yang ia susun, hancur menjadi kebisuan.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



Bunda cepat-cepat mengusap airmata, menyadari langkahnya telah sampai di depan rumah salah satu langganan.

"Bu Waluyo, ikan Bu."

Seorang ibu bertubuh gembrot, keluar. Mengucek-ngucek mata dan menguap tanpa menutup mulutnya yang menganga.

"Ikan tongkol dua kilo." Bu Waluyo menyodorkan selembar uang seratus ribuan. "Apa kabar anakmu? Masih sekolah kan?" lanjutnya.

"Masih, Alhamdulillah Bu."

"Ambil saja kembaliannya, buat uang jajan anakmu."

"Jangan Bu, ini terlalu banyak."

"Jangan nolak rezeki!"

"Terima kasih, Bu." Secuil senyum mengembang di wajah bunda. Meski tak seorangpun tahu, apakah senyum itu mampu membuat hatinya melupakan tiap kesedihan. Bahkan untuk sementara saja, membiarkan amnesia tentang masa lalu yang pilu.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



Malam menghitam, awan-awan bergerombol membawa gelayut titk-titik air. Dan benar saja, hujan turun berduyun-duyun membasahi. Menimbilkan orkestra gaduh di atap seng rimah bunda dan dua orang anaknya. Ya, mereka terpaksa pindah ke rumah yang jauh lebih kecil karena harus menjual rumah terdahulu.

Bunda buru-buru menutup jendela yang seperti hendak terlepas karena kekuatan angin. Rambut panjangannya ikut seliweran.

Hiro berlari, hendak menutup pintu depan.

"Saya duluan tidur, Pak. Besok pagi-pagi saya harus ke pelabuhan."

"Tunggu, ada yang harus aku bicarakan kepadamu." Waluyo menyeruput teh yang baru saja dihantarkan bunda. Bunda masih berdiri lima langkah dari pintu kamar. Satu-satunya kamar di rumah ini. Entah apa yang ada dipikiran bunda, perempuan itu seperti menangkap sesuatu hal penting yang akan ia dengar dari mulut Waluyo. Dan bunda mendekati, ikut bersimpuh di lantai semen yang dingin.

"A-ada apa, Pak?"

"Aku ingin memberimu ini." Waluyo membuka tasnya, mengeluarkan berikat-ikat uang yang sebagian lembap karena hujan.

"Astaga!" Bunda terkejut, tangan kirinya menutup mulutnya sendiri.

"Kau berhak mendapatkannya. Total keseluruhan lima puluh juta. Kau bisa membelikan kaki palsu yang bagus untuk anakmu, membiayai mereka sekolah dan keperluan lain."

"Omong kosong, mengapa tak pernah sampai ke tanganku?"

"Karena kami berjudi, dan judi ternyata memiliki candu yang luar biasa."

"Ha?"

"Jangan dipotong dulu! Suatu hari, seorang berambut pirang mengajak kami berbincang tentang agama,benar saja, kami seperti insaf dengan kata-kata dahsyatnya tentang agama. Tapi kami sebenarnya tak pernah dengar tuahnya tentang agama, yang kami dengar hanya kata-katanya tentang iming-iming uang yang banyak jika mau bergabung dengan kelompoknya. Dan kau tahu, pekerjaan kami adalah meledakkan bom."

"Baiklah, belum sempat dua minggu bergabung, pria berjenggot tersebut lalu memberi kami 'misi' untuk membunuh sekelompok sukarelawan dari Eropa, entahlah mengapa kami yang dipilih, mungkin karena hanya kami yang siap dan trlalu lugu dan dibutakan oleh uang. Kami hanya disuruh meledakkan bom di pelataran parkir penginapan mereka."

"Tempat yang kami ledakkan adalah sekolah Nika, Hiro dan anakmu! Mengapa tak kalian tembak saja sukarelawannya? Lihatlah, anakmu meninggal, Nika kehilangan kakinya!"

"Pertama, kami tak tahu jika anak-anak kami sekolah di sana. Bukankah sebelumnya mereka disekolahkan di tempat favorit? Mengapa kalian pindahkan? Kedua, kami tak pernah tahu jika ledakkan bakal sebesar itu, perkiraan kami ledakkannya hanya mampu menghancurkan penginapan sukarelawan tersebut. Dan ketiga, kami tak diajari cara menembak, belum pernah pegang senjata, dan jumlah sukarelawan itu puluhan."

"Cukup, keluar kau dan bawa uang-uangmu!" Bunda bangkit dan melemparkan setumpuk uang ke muka Waluyo.

"Dia belum mati?"

"Aku tak tahu. Tolong diambil uang ini, maaf karena baru malam ini aku punya keberanian untuk memberikannya padamu."

20 Tahun Kemudian.....



Hiro mengamati dari jauh. Hiro memicingkan mata, memandang ruko bertuliskan "Warung Makan Bunda" dari teropongnya. Seorang ibu berambut panjang sedang bercengkrama dengan gadis cantik, mereka sibuk mengantarkan pesanan. Sedikit terpincang, gadis cantik itu meletakkan sepiring nasi ke meja pelanggan. Mereka--pelanggan itu adalah sepasang suami istri, si istri tampak menguap dengan mulut menganga lebar.

"GELEGAAARR!!" sebuah dentuman besar terjadi di ruko tersebut. Asap putih dan debu-debu membaur dalam kepanikan. Kepanikan sekejap, karena tak ada yang bisa berteriak lebih lama. Ledakkan kedua menyusul. Lebih besar, lebih dahsyat dari bom air mata bunda. Kesedihan yang perempuan itu simpan seumur hidupnya, tersamarkan dalam senyum khas seorang ibu. (*)

Sumber: Citra Budaya
Sumatera Ekspres, Minggu, 9 September 2012

Lewat Surat Cinta Bisa Lebih Ungkapkan Romantisme

E-mail, SMS, sampai instant messenger memang sangat mempermudah komunikasi kita dengan orang lain. Namun, ketika sedang menjalin kasih Anda pasti tak ingin menerima ucapan cinta melalui pesan singkat saja.

Untuk mengatasi kebosanan dan membuat hubungan semakin romantis, tak ada salahnya untuk kembali menggunakan cara tradisional, yaitu surat cinta. Meski terbilang jadul, melalui surat cinta Anda bisa lebih puas mengungkapkan perasaan dengan kalimat yang lebih romantis. Apalagi jika surat itu Anda selipkan ke tangannya dilengkapi setangkai mawar merah.

"Meskipun Anda tak bisa menuliskan kalimat yang romantis, namun mengirimkan surat cinta kepada pasangan akan membuat si dia sangat senang dan tak akan melupakannya," ungkap Tom Chiarella, dalam artikelnya, How to Write (and Read) a Love Letter. Ketika menulis surat cinta untuk pasangan, perhatikan beberapa hal berikut ini.

1. Tenangkan diri Anda
Satu hal yang harus dilakukan ketika menulis surat adalah menenangkan diri. Duduklah dengan tenang, karena menulis surat membutuhkan waktu dan tidak bisa dilakukan dengan terburu-buru, karena surat cinta memiliki ritmenya tersendiri. "Ingatlah bahwa menulis surat tidak seperti saat Anda sedang menulis kartu ucapan atau memo," tukasnya.

Ketika menulis surat, tiga baris kalimat tidak dapat mewakili perasaan yang akan ditulis dalam tiga paragraf. Hal ini bukan berarti Anda harus menulis surat dengan kalimat yang panjang. Hanya saja, ketika menulis surat Anda bisa mencurahkan perasaan dalam kalimat yang lebih panjang dibandingkan saat menulis memo atau kartu ucapan. Sulitnya memulai untuk menulis ungkapan perasaan dalam surat biasanya disebabkan Anda selalu terburu-buru ketika melakukannya. Luangkan waktu untuk menulis surat cinta dengan hati dan pikiran yang tenang.

2. Bangkitkan kembali memori Anda berdua
Surat cinta tidak harus selalu berisi kalimat rayuan. Ada baiknya juga membangkitkan kenangan indah Anda berdua. Ceritakan sebuah kisah yang hanya Anda berdua yang tahu, atau ceritakan juga saat-saat dimana ia tidak menyadari bahwa Anda selalu memperhatikannya. Ceritakan secara rinci untuk menunjukkan apa yang Anda dan dia ingat, agar ia yakin Anda sangat memperhatikan dan mencintainya.

Surat Cinta

3. Gambarkan hal yang Anda sukai darinya
Surat cinta yang baik haruslah menjelaskan kekaguman dan perasaan Anda dengan konkret, bukan sekadar kata-kata manis. Gambarkan berbagai hal yang Anda sukai dari dirinya sebelum Anda menyampaikannya. Misalnya, "Aku melihat kamu menonton orang bermain catur di taman. Kayaknya tenang dan serius banget, dan aku suka cara kamu melihat dan memperhatikan sesuatu."

4. Jangan terlalu merayu
Sah saja jika menuliskan berbagai kata cinta, dan rayuan yang menggoda. Namun sebisa mungkin minimalkan rayuan gombal Anda, karena dengan terlalu banyak merayu, Anda justru akan membuat si dia merasa tidak nyaman dan tidak bebas. Ungkapan cinta yang terlalu banyak dan sering akan terkesan murahan, sedangkan ungkapan yang terbatas justru akan memberikan nilai tersendiri.

5. Ingatlah, surat itu ungkapan pribadi
Ungkapkan perasaan Anda dengan penuh kejujuran. Dalam surat cinta, Anda harus mendefinisikan arti cinta yang Anda rasakan. Biarkan dia tahu bahwa ia telah mengisi hari-hari Anda, dan membantu Anda menemukan arti hidup Anda.

Editor : Soegeng Haryadi
Sumber : Kompas.com
Sriwijaya Post - Sabtu, 24 Maret 2012

Minggu, 02 September 2012

Kisah Wong Arab di Kapal Titanic yang Terlupakan

Seratus tahun telah berlalu sejak tragedi tenggelamnya kapal pesiar Titanic. Tragedi itu dianggap sebagai musibah terburuk di lautan yang pernah terjadi dalam abad ke-20. Namun di tengah ramainya pemberitaan mengenai peristiwa itu, nyaris tak ada yang menyebut tentang para penumpang Arab yang tewas dalam kejadian itu.

Semua penumpang Arab yang tewas dalam tragedi itu berasal dari Libanon, kecuali seorang warga Mesir. Bukti keberadaan penumpang Arab di kapal Titanic tampak jelas dalam film legendaris tahun 1997 "Titanic" arahan sutradara James Cameron.

Dalam film yang dibintangi aktor Leonardo Di Caprio dan aktris Kate Winslet itu, seorang ibu berbahasa Arab terdengar menyuruh putrinya untuk bergegas saat kapal mulai tenggelam. Logat Libanon saat dia mengatakan "Ayo! Ayo!" dalam bahasa Arab jelas menunjukkan asal-usulnya.

Suaminya kemudian menjawab, juga dengan logat Libanon yang kental, "Tunggu! Kita lihat apa yang bisa kita lakukan." Pria itu kemudian membalik-balik halaman buku berisi denah kapal tersebut untuk mencoba mencari jalan keluar

Selain adegan yang hanya berlangsung sekitar enam detik tersebut, tak ada hal lain yang pernah terdengar mengenai warga Arab yang tewas dalam tragedi Titanic meski peristiwa itu dikenang tiap tahun.

Klip film tersebut diputar di stasiun televisi Al Arabiya hari ini dalam tayangan mengenai kisah para penumpang Arab yang menjadi korban Titanic. Media tersebut juga menayangkan rekaman asli dari satu-satunya rekaman video dalam kapal pesiar mewah tersebut saat berlayar menuju New York, Amerika Serikat. Video tersebut ditemukan 27 tahun silam.

Adalah desa Kafr Mishki di Distrik Rashaya District, sebelah tenggara Beirut, ibukota Libanon yang paling menderita dalam tragedi Titanic. Desa tersebut yang jumlah penduduknya ketika itu tidak lebih dari 500 jiwa, kehilangan 13 warganya dalam tragedi itu.

"Gereja Kafr Mishki akan menggelar misa pada Minggu untuk para korban dan jemaat akan mengheningkan cipta semenit untuk mengenang kematian mereka," kata kepala desa Khalil al-Sikli kepada Al Arabiya seperti dilansir Al Arabiya.net, yang dikutip detik.com, Senin (9/4/2012).

Diimbuhkan Sikli, lebih dari 11.000 warga asli Kafr Mishki telah beremigrasi ke beberapa bagian dunia dan saat ini tersebar di lima benua.

Diikuti kemudian oleh Desa Hardine di Distrik Batroun, Libanon utara yang juga kehilangan sejumlah warganya dalam tragedi Titanic. "Hardine kehilangan 11 warganya dalam (tragedi) Titanic," kata kepala desa Bakhous Sarkis Assaf kepada Al Arabiya.

Ditambahkan Assaf, seperti halnya Kafr Mishki, Hardine juga akan menggelar misa di gereja untuk mengenang para korban Titanic itu.

Berita Musi, 09.04.2012 19:51:28 WIB